Ahad 22 Nov 2020 10:08 WIB

Yusril: Kepala Daerah Dipilih Rakyat, tak Bisa Asal Copot

Presiden dan Mendagri tak berwenang berhentikan kepala daerah dan wakilnya.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bilal Ramadhan
Yusril Ihza Mahendra
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan, Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan kepala daerah. Pun demikian dengan presiden yang tidak berwenang mengambil inisiatif memberhentikan kepala daerah.

"Jawabannya tentu saja tidak. Instruksi Presiden, Instruksi Menteri, dan sejenisnya pada hakikatnya adalah perintah tertulis dari atasan kepada jajaran yang berada di bawahnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu," kata Yusril lewat keterangan tertulis akhir pekan lalu.

Dia mengatakan, sebetulnya bisa saja di dalam Instruksi Mendagri itu ada ancaman kepada kepala daerah yang tidak mau melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait penegakkan protokol kesehatan. Namun, kata Yusril, proses pelaksanaan pemberhentian kepala daerah itu tetap harus berdasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Yusril menerangkan, UU Pemerintahan Daerah sekarang menyerahkan pemilihan kepala daerah secara langsung kepada rakyat melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilaksanakan oleh KPU dan KPU di daerah. KPU adalah satu-satunya lembaga yang berwenang menetapkan pasangan mana sebagai pemenang dalam Pilkada.

"Walau kadang kala KPU harus menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap apabila penetapan pemenang yang sebelumnya telah dilakukan dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi," katanya.

Pasangan manapun yang ditetapkan KPU sebagai pemenang, kata dia, tidak dapat dipersoalkan, apalagi ditolak oleh pemerintah. Presiden atau Mendagri hanya perlu menerbitkan keputusan tentang Pengesahan Pasangan Gubernur atau Bupati/Walikota terpilih dan melantiknya.

"Dengan demikian, presiden tidaklah berwenang mengambil inisiatif memberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur. Mendagri juga tidak berwenang mengambil prakarsa memberhentikan bupati dan wali kota beserta wakilnya," jelas Yusril.

Yusril menjelaskan, semua proses pemberhentian kepala daerah tetap harus dilakukan melalui DPRD. Termasuk dengan alasan melanggar Pasal 67 huruf b jo Pasal 78 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf d, yakni tidak melaksanakan kewajiban untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan Penegakan Protokol Kesehatan.

"Jika ada DPRD yang berpendapat demikian, mereka wajib memulainya dengan melakukan proses pemakzulan atau impeachment," kata dia.

Menurut Yusril, jika DPRD berpendapat sudah ada cukup alasan bagi kepala daerah untuk dimakzulkan, maka pendapat DPRD tersebut wajib disampaikan kepada Mahkamah Agung. Penyampaian itu wajib dilakukan untuk dinilai dan diputuskan apakah pendapat DPRD itu beralasan menurut hukum atau tidak.

"Untuk tegaknya keadilan, maka kepala daerah yang akan dimakzulkan itu diberi kesempatan oleh Mahkamah Agung untuk membela diri," terang dia.

Karena itu, Yusril menilai, proses pemakzulan tersebut akan memakan waktu lama, mencapai satu tahun atau bahkan lebih. Dia kembali menekankan, presiden maupun Mendagri tidaklah berwenang memberhentikan atau "mencopot" kepada daerah karena kepada daerah dipilih langsung oleh rakyat. Sebagai konsekuensinya, pemberhentiannya pun harus dilakukan oleh rakyat melalui DPRD.

Yusril menerangkan, kewenangan presiden dan Mendagri hanyalah terbatas melakukan pemberhentian sementara tanpa proses pengusulan oleh DPRD dalam hal kepala daerah didakwa ke pengadilan dengan ancaman pidana di atas lima tahun. Bisa pula jika kepala daerah itu didakwa melakukan korupsi, makar, terorisme, kejahatan terhadap keamanan negara atau kejahatan memecah-belah NKRI.

"Kalau dakwaan tidak terbukti dan kepala daerah tadi dibebaskan, maka selama masa jabatannya masih tersisa, presiden dan Mendagri wajib memulihkan jabatan dan kedudukannya," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement