Kamis 26 Nov 2020 10:58 WIB

Selamatkan Hak Anak Korban Perceraian 

Angka perceraian di Pulau Jawa Meningkat akibat pandemi Covid 19.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
ilustrasi:kasus perceraian suami istri.
Foto: ANTARA/Novrian Arbi
ilustrasi:kasus perceraian suami istri.

REPUBLIKA.CO.ID, Di sebuah kontrakan berukuran 3x4 meter, seorang ibu muda tampak menatap kosong layar handphone di tangannya. Matanya terlihat sembab berkaca-kaca sambil tersenyum getir saat Republika datang ke rumah itu. Tak banyak barang terlihat di rumah kontrakan petakan itu. Hanya sebuah tempat tidur, televisi satu lemari, dispenser dan beberapa piring serta gelas. 

Sementara, di sampingnya ada seorang balita berusia 2 tahun sedang bermain di atas tikar. Sesekali, perempuan muda yang tinggal di daerah Leuwi Panjang Kota Bandung itu mengelus rambut anak kecil disampingnya.

‘Saya sangat kangen anak saya yang pertama Teh, ini fotonya lucu ya,’ ujar Sabrya Nuri (25 tahun, bukan nama sebenarnya, red)  membuka pembicaraan.

Sabrya mengatakan, sebelum pandemi ia tinggal di rumah dua lantai yang sangat nyaman bernilai miliaran. Kemudian, usaha suaminya tak berjalan mulus sehingga mereka harus menjual rumah dan dua kendaraannya untuk bertahan hidup.

Saat awal menikah, Sabrya dan suaminya memiliki sebuah cafe. Ternyata, saat menjalankan bisnis cafe itu suaminya malah berselingkuh dengan partner bisnis cafenya. 

Sabrya dan keluarganya, malah harus pindah ke rumah yang lebih kecil. Karena, usaha suaminya tersebut yang tak berjalan baik. Awalnya, kehidupan keluarga Sabrya dengan dua orang anak bahagia. Hingga akhirnya, Sabrya memiliki bukti perselingkuhan suaminya. Kehidupan Sabrya pun berubah drastis. 

Suami Sabrya, ternyata lebih memilih untuk hidup bersama pasangan barunya. Sabrya pun, tak bisa mempertahankan rumah tangga yang ia jalani sudah sekitar 5 tahun. Perceraian, mulai diproses seiring pandemi covid 19 terjadi. Sabrya, resmi bercerai pada April lalu.

Sabrya, harus keluar dari rumah nyamannya. Ia, memulai hidup baru dengan mengontrak rumah bersama anak bungsunya. Karena, si cikal Shaka yang berumur 3,5 tahun di bawa oleh mantan suaminya.

Sabrya mengaku tak memiliki pilihan, suaminya meminta saat berpisah anak mereka dibagi dua. Namun, Sabrya tak menyangka berpisah dengan anak sulungnya membuat penderitannya semakin lengkap.   

“Saya tak menyangka setelah membawa anak yang pertama, mantan suami saya mulai menutup komunikasi sedikit-sedikit sampai akhirnya benar-benar ditutup seluruhnya,” kata Sabrya dengan suara parau. 

Saat ini, menurut Sabrya, ia harus menyimpan kerinduan yang besar pada anak pertamanya yang masih tergolong balita. Karena, semua akses dimulai dari Whats App, Face Book, maupun Instagram di block oleh mantan suaminya. Padahal, selama ini media sosial menjadi alat satu-satunya untuk Sabrina melepas kerinduan pada anaknya. Walaupun, hanya dengan melihat foto dan video. 

‘Sekarang, saya ga bisa liat foto atau status-status anak saya. WA di block, semua di block akses komunikasi dan medsos ditutup. Akses saya sebagai ibu di blok tak bisa melihat anak sendiri,’ katanya.

Bahkan, menurut Sabrya, hal yang paling membuatnya terpukul adalah ia mendengar kabar dari temannya, yang bertemu dengan mantan suami dan anaknya, tentang perlakuan yang kurang baik dari ayahnya. Bahkan, cerita tak baik tentang cara mantan suaminya membesarkan anak, kerap ia dengar. 

Sabrya mengaku, ia banyak menerima infromasi dari temannya yang bertemu dengan anak sulungnya itu. Kondisinya, memperihatinkan dan tak layak. Anaknya, tak terurus, kotor, kelaparan dan selalu dibawa keluar malam hari.

“Yang terparah, ada aduan dari teman saya dan teman mantan suami, anak saya itu dicekokin minuman dengan bangganya oleh ayahnya. Entah atas dasar apa, mantan saya tega memberikan minuman ke anak di bawah umur,” paparnya sambil menyeka air mata.

Sabrya mengatakan, masih bersadarkan cerita temannya, mantan suaminya itu datang dengan bangganya membawa sebotol minuman. Lalu, meminta anak lelakinya untuk minum atau mungkin mencicipi.

“Malam itu, karena mabuk mantan suami saya sampai ga bisa jalan. Lalu ditolong teman-temannya. Anak saya, malemnya nangis-nangis mungkin dia ga nyaman dengan minuman yang dicicipinya. Sementara, ayahnya mabuk ga berdaya. Anak saya, sampai ditolong oleh teman-teman ayahnya. Dari mulai memberi makanan sampai memandikan sampai ayahnya sadar tak mabuk lagi,’ kata Sabrya menceritakan.

Sabrya mengaku, untuk menyelamatkan masa depan anaknya, ia pun berusaha mencari bantuan ke pihak yang berwenang. Salah satunya, mengadu ke P2TP2A dengan membawa saksi dan bukti. Hanya satu keinginannya, anaknya bisa kembali diasuh dalam pelukannya. 

Hasil laporan ke P2TP2A itu, kata dia, menyatakan anak tak bisa dicari karena tak tahu keberadaannya. Selain itu, tak bisa mengikuti konseling karena ada tahap mediasi. Nantinya, hak asuh bisa diobrolkan kembali oleh orang tua.

‘Rasanya terpisah dengan anak itu sedih dan terpukul. Sangat berat menahan rindu. Berbulan-bulan ga ketemu dan berkomunikasi. Saya hanya ingin memastikan anak saya baik-baik saja,’ katanya lirih.

Sabrya mengatakan, ia terus berharap bisa mendapatkan akses bertemy dengan anaknya. Karena, ia tahu anaknya pun merasakan kerinduan yang sama pada dirinya. Waluapun, menurut informasi selain tinggal dengan mantan suaminya anaknya diasuh oleh selingkuhan mantan suaminya yang sekarang telah menjadi istrinya.

 “Doa dan keinginan saya cuma satu, ingin bertemu dengan anak saya dan aksesnya tak ditutup lagi. Tapi, saya juga bingung harus mencari kemana dan harus melakukan apa,” katanya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement