Senin 30 Nov 2020 09:34 WIB

Pengendalian Produksi DOC Final Stock Positif Bagi Peternak

Pengurangan produksi DOC dilakukan karena pandemi berdampak ke penurunan konsumsi

Sejumlah anak ayam berada di kandang ternak (ilustrasi).
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Sejumlah anak ayam berada di kandang ternak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya mengendalikan laju produksi ayam ras. Salah satunya dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang pengurangan produksi DOC FS ayam ras pedaging melalui SE Dirjen PKH Nomor 18029/PK.230/F/09/2020 tanggal 18 September 2020 dan Nomor 19037/PK.230/F/10/2020 tanggal 19 Oktober 2020.

Pengurangan produksi Final Stock (FS) ini dilakukan lantaran seusai catatan Badan Pusat Statistik (BPS) selama pandemi covid-19 sejak Maret 2020 berdampak pada penurunan konsumsi sebesar 43,2 persen.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Nasrullah menjelaskan, pengendalian produksi DOC FS ini melalui pengurangan jumlah setting dan cutting telur HE fertil umur 19 hari. Pengurangan jumlah setting HE dalam bentuk pembagian bantuan telur HE sebagai CSR kepada masyarakat terdampak bencana dan rawan gizi.

“Kementan sangat mengapresiasi para pengusaha yang telah mendukung pemerintah untuk bersama sama menjaga keseimbangan supply dan demand ayam ras," kata Nasrullah.

Ia menambahkan, bahkan ada perusahaan yang sampai mengalokasikan 371% dari target yang diberikan Kementan untuk CSR mereka. "Kami sangat berterima kasih untuk itu," lanjutnya mengapresiasi.

Menurut catatan Ditjen PKH, realisasi CSR sampai 23 November 2020 telah mencapai 8.989.931 butir atau sebesar 119,9% dari target. Seperti yang tertulis pada SE Dirjen PKH Nomor 18029/PK.230/F/09/2020 tanggal 18 September 2020, disebutkan bahwa target pengurangan HE untuk CSR adalah sebanyak 7.500.000 butir, artinya realisasi yang tercapai melampaui target.

Kegiatan CSR ini dapat digunakan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu khususnya yang terdampak pandemi covid-19 dan tidak boleh diperjualbelikan sebagai telur konsumsi. Hal ini sesuai dengan Permentan Nomor 32/Permentan/PK.230/09/2017 Bab III pasal 13 (4) tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.

"Jadi, sejauh ini menurut catatan yang ada hasilnya positif dan kami harap harga ayam di tingkat peternak bisa terus membaik," ucap Nasrullah.

Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Sugiono juga mengakui pelaksanaan tunda setting yang dimanfaatkan sebagai CSR (Corporate Social Responsibility) ini cukup positif. Karena, perusahaan pembibit dapat mendistribusikan ke sekolah, pesantren, dan masyarakat yang terdampak pandemi covid-19. 

“Dengan kebijakan ini diharapkan banyak pihak yang akan terbantu meskipun kami paham ada juga pihak yang harus berkorban. Tetapi selama kita berniat baik maka diharapkan hasilnya juga akan baik," kata Sugiono.

Ia menerangkan, jenis telur untuk program CSR ini adalah telur tetas fertil (tertunas) yang sebenarnya untuk ditetaskan, namun layak untuk dikonsumsi. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir tentang keamanan pangan dari telur yang diberikan dalam program CSR.

Selain pengurangan jumlah setting telur HE untuk kegiatan CSR, pemerintah melalui Ditjen PKH Kementan juga menerapkan kebijakan pemusnahan (cutting) Hatching Egg (HE). Program ini realisasinya juga bisa dikatakan cukup positif. 

Dalam periode waktu 26 Agustus sampai 21 November 2020, pemusnahan telur HE telah mencapai jumlah sebanyak 66.695.835 butir atau 90,99% dari target. Perusahaan pembibit yang sudah mencapai target 100% untuk pemusnahan telur tetas ini ada sebanyak 36 perusahaan dari total 44 perusahaan yang telah berkomitmen melaksanakan pemusnahan telur HE fertil umur 19 hari yang 2 hari kemudian menetas menjadi anak ayam umur sehari (DOC). 

"Kami sangat mengapresiasi perusahaan pembibit yang telah mematuhi pelaksanaan pengendalian produksi ayam ras, sehingga sejak akhir Oktober lalu sampai saat ini harga LB berangsur stabil mencapai harga acuan pembelian yaitu lebih dari Rp 19 ribu per kg sesuai Permendag No. 7 tahun 2020 tentang harga acuan," tandas Sugiono. 

Kebijakan-kebijakan yang dilakukan dalam menjaga stabilitas perunggasan ini sesuai dengan arahan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo alias SYL. Menteri SYL menegaskan bahwa saat ini pemerintah tengah membenahi sektor perunggasan nasional demi meningkatkan kesejahteraan peternak rakyat lewat beberapa kebijakan yang ada.

Oleh karena itu, ia mengungkapkan pemerintah juga mengharapkan masukan, usulan, saran, kritik dan bantuan pengawasan dari masyarakat agar semua kebijakan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan baik sehingga target stabilisasi perunggasan dapat tercapai.

“Kami upayakan stabilitas perunggasan nasional ini utamanya untuk kesejahteraan peternak. Pemerintah juga akan mendengarkan usulan berbagai pihak," tutur Menteri SYL.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement