REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka Iran Mohsen Fakhrizadeh tengah menjadi perhatian global. Peristiwa itu dikhawatirkan dapat meningkatkan ketegangan di kawasan Timur Tengah.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) turut mengikuti kasus pembunuhan Fakhrizadeh. IAEA sebenarnya telah mencurigai Fakhrizadeh sebagai tokoh yang mengawasi pekerjaan rahasia persenjataan Iran, yakni memasang hulu ledak nuklir pada rudal balistik.
Iran sudah berulang kali membantah memiliki program pengembangan senjata semacam itu. Selama ini, sosok Fakhrizadeh memang tak banyak terekspose. Dia bekerja dalam bayang-bayang.
Namun pada 2011, IAEA mengidentifikasi Fakhrizadeh sebagai tersangka kepala AMAD Plan, sebuah proyek rahasia terkait pengembangan senjata nuklir Iran. AMAD Plan diyakini telah dimulai sejak akhir dekade 1980-an.
Proyek rahasia itu diperkirakan dihentikan pada 2003. Namun dalam laporannya pada 2011, IAEA meyakini beberapa pekerjaan terkait terus berlanjut. Fakhrizadeh pun mempertahankan "peran organisasi utama".
Dalam penilaian akhir pada 2015, IAEA mengatakan bahwa upaya pengembangan senjata nuklir tampaknya telah berakhir pada 2009. Fakhrizadeh adalah satu-satunya ilmuwan Iran yang disebutkan dalam laporan tersebut.
Pada 2018, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pernah mengatakan bahwa negaranya telah menyita "arsip" besar dokumen Iran. Para diplomat menyebut arsip itu tampaknya menyertakan informasi tambahan tentang kegiatan yang dilakukan selama kepemimpinan Fakhrizadeh atas AMAD Plan di awal 2000-an.
"Ingat nama itu, Fakhrizadeh," kata Netanyahu pada presentasi materi tahun 2018, dikutip laman Middle East Monitor.
Sejak itu, IAEA telah memeriksa beberapa situs yang mungkin terkait dengan AMAD Plan. Mereka berupaya mengisi beberapa celah informasi. Namun, sejauh ini tidak mengungkapkan bidang-bidang utama senjata baru. Berapa lama tepatnya Iran perlu membangun senjata nuklir jika memilih melakukannya juga masih belum jelas.
Menurut peneliti Timur Tengah di German Marshall Fund dan Colombia University, Ariane Tabatabai, kematian Fakhrizadeh memang pukulan besar bagi Iran. Kehilangannya sama seperti kematian mantan komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qassem Soleimani yang dibunuh AS di Bandara Internasional Baghdad pada Januari lalu.
Kendati demikian, Tabatabai mengatakan Fakhrizadeh telah membangun infrastruktur untuk mendukung pekerjaan nuklir Iran. "Kematiannya tidak akan secara fundamental mengubah jalannya program nuklir Iran," ujarnya.
Hal senada diungkapkan pejabat-pejabat Iran. "Dia (Fakhrizadeh) menciptakan jaringan ilmuwan yang akan melanjutkan pekerjaannya," kata mantan kepala Organisasi Energi Atom Iran Fereydoon Abbasi.