Rabu 02 Dec 2020 17:43 WIB

Lebih dari Sepertiga Kasus Covid-19 Anak tak Terdeteksi

Aturan menutup sekolah dianggap tepat karena banyak anak kena Covid-19 tanpa gejala.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Anak-anak memakai masker saat bermain di Rusun Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta, Kamis (19/11). Kondisi rusun yang padat akan penduduk membuat para penghuni harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk mencegah munculnya klaster Covid-19 di lingkungan tersebut.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anak-anak memakai masker saat bermain di Rusun Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta, Kamis (19/11). Kondisi rusun yang padat akan penduduk membuat para penghuni harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk mencegah munculnya klaster Covid-19 di lingkungan tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebih dari sepertiga anak yang terkonfirmasi positif Covid-19 tidak memiliki gejala atau asimptomatik. Temuan ini mengindikasikan bahwa ada lebih banyak anak yang sebenarnya terinfeksi SARS-CoV-2, namun tak terdeteksi.

"Kekhawatiran dari sudut pandang kesehatan masyarakat adalah kemungkinan ada banyak kasus Covid-19 yang beredar di tengah masyarakat yang tak disadari," ungkap Profesor Finlay McAlister dari University of Alberta, seperti dilansir Times Now News.

Baca Juga

Temuan mengenai cukup banyaknya anak dengan Covid-19 yang tak bergejala ini diungkapkan oleh tim peneliti dari University of Alberta melalui Canadian Medical Association Journal. Studi ini menganalisis hasil tes dari 2.463 anak di periode gelombang pertama pandemi Covid-19 pada Maret hingga September.

Sebanyak 1.987 anak terkonfirmasi positif Covid-19. Di antara anak-anak ini, sebanyak 714 anak atau sekitar 35,9 persennya tidak mengalami gejala apa pun.

"Kita bisa membuat kuesioner Covid-19, tapi bila sepertiga anak-anak asimptomatik, jawaban untuk semua pertanyaan (mengenai gejala) akan dijawab tidak, tapi mereka sebenarnya terinfeksi," tambah McAlister.

Berdasarkan temuan ini, McAlister menilai aturan untuk menutup sekolah lebih lama merupakan langkah yang tepat. McAlister mengatakan anak-anak dengan Covid-19 yang asimptomatik mungkin tidak menularkan penyakit sebanyak sebayanya yang mengidap Covid-19 dengan gejala bersin atau batuk. Akan tetapi, bukan berarti tidak ada risiko sama sekali.

Selain itu, studi ini juga mengungkapkan bahwa batuk, hidung beringus, dan nyeri tenggorokan merupakan tiga gejala paling umum yang dialami anak dengan Covid-19. Gejala batuk dialami 25 persen kasus, gejala hidung beringus dialami 19 persen anak, dan gejala nyeri tenggorokan dialami 16 persen anak.

Gejala-gejala ini sebenarnya sedikit lebih banyak ditemukan pada anak-anak yang negatif Covid-19. Oleh karena itu, ketiga gejala ini tak bisa menjadi dasar untuk memprediksi apakah seorang anak terkena atau tidak terkena Covid-19.

"Anak-anak berisiko terkena banyak virus, sehingga gejala spesifik (yang bisa diperhatikan) adalah lebih kepada kehilangan indra perasa atau penciuman, sakit kepala, demam, serta mual, dan muntah," jelas McAlister.

McAlister mengatakan nyeri tenggorokan dan hidung beringus lebih menunjukkan bahwa anak mengalami infeksi saluran pernapasan atas. Akan tetapi, gejala seperti demam, sakit kepala, kehilangan indra penciuman dan perasa dapat mengarah kepada Covid-19, alih-alih hanya infeksi saluran pernapasan atas.

Terlepas dari itu, siapa pun yang bergejala disarankan untuk berdiam diri di rumah dan mencari akses untuk pengetesan Covid-19. Sedangkan orang-orang yang merasa sehat diimbau untuk tetap mematuhi beragam protokol kesehatan karena orang yang merasa sehat bisa jadi terkena Covid-19 dan tak bergejala.

"Sebagian orang dengan Covid-19 merasa baik-baik saja dan tak menyadari mereka terkena itu, sehingga mereka bersosialisasi dengan teman dan secara tidak sengaja menyebarkan virus, dan saya rasa itu masalah besarnya," kata McAlister.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement