REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang menyusun 44 peraturan pelaksana UU Cipta Kerja yang terdiri atas 40 peraturan pemerintah (PP) dan 4 peraturan presiden (perpres). Salah satu rancangan PP yang disusun mengenai sektor pertanian. Dalam RPP tersebut, ada beberapa kemudahan yang diberikan terkait usaha pertanian.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, terdapat sejumlah regulasi sektor pertanian yang terintegrasi dengan UU Cipta Kerja. Beberapa regulasi itu adalah UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, UU Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, dan UU Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan.
Menurut Musdhalifah, ada sedikitnya tujuh hal yang disederhanakan dan dimudahkan pada sektor pertanian yang telah diakomodasi dalam UU Cipta Kerja dan tertuang dalam RPP. Pertama, kemudahan perizinan berusaha pada budi daya pertanian skala tertentu. Kedua, penyederhanaan dalam pertimbangan penetapan batasan luas lahan untuk usaha perkebunan. Ketiga, penyederhanaan administrasi untuk permohonan hak perlindungan varietas tanaman.
Selain itu, kata dia, ada pengaturan pola kemitraan hortikultura untuk kemudahan berusaha. Kemudian, penetapan kawasan lahan pengembalaan umum dapat dilakukan oleh pemerintah pusat. "Lalu, ada simplifikasi izin ekspor-impor benih/bibit/tanaman/hewan untuk kemudahan berusaha dan kemudahan akses sistem informasi pertanian oleh masyarakat dan pelaku usaha," kata Musdhalifah, Rabu (2/12).
Ia menjelaskan, UU Cipta Kerja secara garis besar mengubah konsepsi perizinan berusaha dari berbasis izin ke berbasis risiko. Oleh karena itu, ujar dia, pelaku usaha dengan risiko rendah cukup dengan melakukan pendaftaran nomor induk berusaha (NIB). Sedangkan pelaku usaha risiko menengah harus dengan sertifikat standar, sementara usaha risiko tinggi dengan perizinan.
Menurut Musdhalifah, melalui UU Cipta Kerja dapat dilakukan reformasi regulasi dan transformasi ekonomi yang membantu Indonesia keluar dari middle income trap. Khususnya dengan cara meningkatkan daya saing dan produktivitas tenaga kerja.
"Negara yang terjebak middle income trap akan berdaya saing lemah, karena apabila dibandingkan dengan low income countries, akan kalah bersaing dari sisi upah tenaga kerja mereka yang lebih murah, sedangkan dengan high income countries akan kalah bersaing dalam teknologi dan produktivitas," ujarnya.
Musdhalifah mengatakan, RPP lainnya yang juga sedang disusun berkaitan dengan sektor kelautan dan perikanan. Ada sejumlah penyederhanaan dan kemudahan yang diakomodasi dalam UU Cipta Kerja dan tertuang dalam RPP. Beberapa kemudahan itu, antara lain, jenis perizinan untuk kapal penangkapan ikan yang semula 16 jenis disederhanakan menjadi hanya tiga jenis izin. Selain itu, proses perizinan sesuai ketentuan lama yang membutuhkan waktu sekitar 14 hari telah dipersingkat hingga dapat diselesaikan hanya dalam 60 menit.
Kemudian, proses Sertifikasi Kelayakan Pengolahan (SKP) dipersingkat waktunya dari semula tujuh hari menjadi dua hari dan dilakukan secara daring. "Hal lainnya yaitu penerbitan rekomendasi impor komoditas perikanan diintegrasikan dalam sistem Online Single Submission (OSS)," kata dia.