REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Ketua dewan fatwa Uni Emirat Arab (UEA) tidak akan menghadiri konferensi Islam global, menyusul adanya reaksi keras atas pernyataan dewan fatwa UEA yang mendukung penargetan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris oleh negara Teluk tersebut.
Sheikh Abdallah Bin Bayyah, seorang cendekiawan dan politikus Islam Mauritania yang terkemuka, dijadwalkan untuk berbicara dalam konvensi tahunan Reviving the Islamic Spirit (RIS) pada 26-27 Desember 2020. Bin Bayyah adalah pembicara reguler pada acara yang biasanya diadakan di Toronto, Kanada, tersebut.
"Pembaruan Program: Syekh Abdallah bin Bayyah tidak akan berpartisipasi dalam konferensi tahun ini," kata RIS di laman Twitter resminya, dilansir di The New Arab, Kamis (3/12).
"Kami berdoa agar konferensi virtual RIS yang pertama memberikan pengalaman yang menggembirakan, dihindarkan sejauh mungkin dari cobaan di zaman kita, untuk memasukan beberapa hari yang singkat ke dalam ruang bersama dari ide-ide luhur dan tinggi yang menginspirasi," lanjut pernyataan RIS.
The New Arab telah menghubungi RIS untuk mengklarifikasi apakah Bin Bayyah telah menarik diri dari konvensi tersebut atau tak jadi dan telah dibatalkan undangannya. Namun, RIS tidak memberikan tanggapan pada saat pengumuman.
Pengumuman pembatalan bin Bayyah sebagai pembicara itu datang hanya beberapa hari setelah UEA mencap Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris. Langkah itu kemudian dikecam oleh organisasi dan pemimpin Muslim di seluruh dunia.
Dukungan dewan fatwa UEA itu diumumkan dalam pertemuan virtual yang dipimpin oleh bin Bayyah, hanya beberapa bulan setelah keputusan serupa diumumkan oleh Arab Saudi.
Bertahun-tahun sebelumnya pada 2014, UEA menyebut Islamic Relief Worldwide, badan amal yang menyelenggarakan RIS, sebagai organisasi teroris. Langkah seperti itu disebut oleh Imam Khalid Latif, seorang imam Amerika terkemuka, dalam pengunduran dirinya dari konferensi RIS awal pekan ini.
Latif mengatakan, selama beberapa tahun terakhir, ada banyak posisi berbahaya dari dewan yang berbasis di UEA yang telah menyebut pemimpin dan organisasi Muslim individu seperti ISNA, Islamic Relief, dan CAIR sebagai badan yang terkait dengan terorisme.
"Fatwa terbaru yang dikeluarkan oleh Dewan UEA Syekh Bin Bayyah yang menganggap Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris hanya menambah agenda geopolitik yang sudah bermasalah," kata Latif, dalam sebuah unggahan di Facebook yang mengumumkan langkah penarikan diri tersebut.