Jumat 04 Dec 2020 07:21 WIB

LIPI Kukuhkan Ekowati Rahajeng Jadi Profesor Kesehatan PTM

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab kematian yang tinggi.

Ekowati Rahajeng menyampaikan orasi di depan para senat.
Foto: Dok. Lipi
Ekowati Rahajeng menyampaikan orasi di depan para senat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengukuhkan Ekowati Rahajeng dari Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan sebagai profesor bidang kesehatan dengan judul orasi "Penguatan Posbindu PTM dalam  Menurunkan Prevalensi  Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular Utama di Indonesia"

Dalam pemaparannya di depan senat, Prof Ekowati menjabarkan, penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab kematian yang tinggi. Berdasarkan penelitiannya, ada 71 persen kematian karena orang memiliki PTM seperti penyakit jantung, strok, diabetes melitus, kanker, dan penyakit paru kronik.

Prof Ekowati juga menyampaikan data bahwa sekitar 78 persen kematian terjadi di negara berpenghasilan menengah dan rendah. Dan 85 persen dari kematian tersebut adalah prematur. 

"Di Indonesia, 59 persen dari total kematian dan 69,9 persen beban penyakit disebabkan oleh PTM utama," kata Prof Ekowati melalui keterangan tertulisnya, Kamis (3/12).

Pada tahun 2018 kata Prof Eko,  prevalensi PTM utama dan faktor risikonya meningkat sekitar 23—90 persen dari prevalensi  tahun 2013. Pada masa pandemi Covid 19, sekitar 90 perssn kasus mortalitas akibat  Covid 19 memiliki komorbid  PTM utama. PTM utama dapat diminimalisasi  melalui pencegahan dan pengendalian faktor risikonya. Namun, adanya perilaku yang berisiko PTM sering tidak disadari. 

Menurutnya, faktor risiko fisiologis dan biologis umumnya tidak memberikan gejala. Sekitar 30—70 persen  dari kasus hipertensi, diabetes, lesi  prakanker, dan  strok ringan tidak diketahui sebelum diperiksa. Oleh karena itu, pemantauan faktor risiko PTM secara rutin diperlukan untuk mawas diri agar adanya faktor risiko PTM dapat diketahui dan ditindaklanjuti  sedini mungkin.  

Pos Pembinaan Terpadu PTM (Posbindu PTM) telah dikembangkan sebagai upaya deteksi dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara terintegrasi berbasis masyarakat. Pelaksanaan kegiatan Posbindu PTM didukung promosi perilaku cerdik  dan sistem surveilans faktor risiko PTM. Cerdik merupakan akronim cek kesehatan secara berkala; enyahkan asap rokok; rajin aktivitas  fisik; diet sehat dengan kalori seimbang; itirahat yang cukup; dan kelola stress. 

Kata Cerdik disusun berdasarkan urutan prevalensi faktor risiko PTM hasil penelitian di Kota Depok pada tahun 2001. Melalui intervensi berbasis masyarakat selama tiga tahun, pelaksanaan kegiatan Posbindu PTM secara rutin dan komprensif di Kota Depok dapat menurunkan prevalensi faktor risiko PTM.

Posbindu PTM telah menjadi bagian dari program penanggulangan PTM di Indonesia sejak tahun 2013 didukung program Pandu PTM di puskesmas dan sistem surveilans menggunakan teknologi informasi berbasis internet. Penguatan regulasi dilakukan melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 71 Tahun 2015, standar pelayanan minimal (SPM) pemeriksaan kesehatan dan Permenkes Nomor 5 Tahun 2017. 

"Sekitar 50,6 persen desa di Indonesia sudah menyelenggarakan Posbindu PTM. Sekitar 58,8 persen orang dewasa mempunyai pengetahuan Cerdik dengan baik, dan 37,6 persen cukup baik," katanya.

Pengetahuan perilaku Cerdik telah meningkatkan perilaku pencegahan PTM, tetapi  yang menerapkannya kurang dari 40 persen. Kegiatan Posbindu PTM di beberapa desa menurunkan proporsi faktor risiko PTM sekitar 10--20 persen. Namun, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi PTM dan faktor risikonya masih mengalami peningkatan. 

Hasil evaluasi program Posbindu PTM menginformasikan bahwa sebagian besar Posbindu PTM belum dilaksanakan secara rutin dan tindak lanjut dini belum optimal. Kegiatan cenderung dilaksanakan sebagai skrining faktor risiko PTM saja dengan cakupan sasaran penduduk rendah dan lebih banyak dimanfaatkan oleh kelompok usia lanjut. 

Pada pelaksanaan Posbindu PTM yang optimal, kegiatan Posbindu PTM dapat mengendalikan faktor risiko PTM dan meningkatkan pengetahuan masyarakat. Kegiatan Posbindu PTM dibutuhkan masyarakat dan bermanfaat untuk memantau perkembangan klinis, penderita diabetes melitus dan hipertensi. 

"Sehingga membantu puskesmas dalam memberikan pengobatan," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement