Sabtu 05 Dec 2020 11:51 WIB

Indonesia Protes Keras Benny Wenda ke Dubes Inggris

Inggris dianggap membiarkan Benny Wenda menyebarkan disinformasi tentang Papua.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Indira Rezkisari
Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia, Teuku Faizasyah, mengatakan pemerintah telah memanggil Dubes Inggris atas pembiaran tindakan Benny Wenda. Benny dianggap telah menyebarkan fitnah tentang Papua.
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia, Teuku Faizasyah, mengatakan pemerintah telah memanggil Dubes Inggris atas pembiaran tindakan Benny Wenda. Benny dianggap telah menyebarkan fitnah tentang Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia telah memanggil dan menyampaikan protes keras kepada Duta Besar (Dubes) Inggris, Owen Jenkins, atas pembiaran tindakan Benny Wenda yang menyebarkan disinformasi soal Papua. Protes keras itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kemlu, Dubes Ngurah Swajaya, atas instruksi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, pada 4 Desember 2020 lalu.

"Kepada Dubes Jenkins disampaikan protes keras atas pembiaran bagi Benny Wenda untuk menyebarkan disinformasi, fitnah dan menghasut serta mendalangi berbagai aksi kriminal dan pembunuhan di Papua," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia, Teuku Faizasyah, lewat keterangannya, Sabtu (5/12).

Baca Juga

Jenkins berjanji akan menyampaikan protes keras tersebut dan menegaskan posisi pemerintah Inggris atas kedaulatan dan keutuhan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Dubes Inggris menjanjikan akan menyampaikan protes keras Indonesia tersebut. Dubes Jenkins juga menegaskan posisi Pemerintah Inggris atas kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI," kata dia.

Kemarin, Ketua Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat (ULMWP), Benny Wenda, menyatakan siap melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo. Menurut pria yang mengklaim diri sebagai presiden sementara Papua Barat itu, harus ada pembicaraan antarpresiden terkait keberlangsungan Papua Barat.

“Saya siap untuk duduk bersama Presiden Widodo,” ujar Benny dalam keterangan tertulis yang dikutip dari situs resmi ULMWP, Jumat (4/12).

Benny menyatakan, pertemuan dilakukan sebagai bentuk pembicaraan antarnegara. Dia ingin semua pihak menyetujui proses untuk mengakhiri konflik yang selama ini terjadi di Tanah Cenderawasih. Proses itu, yakni melalui meianisme mediasi internasional.

Selain itu, dia menyampaikan, masyarakat Papua Barat juga harus memutuskan agar tak ada lagi konflik di Papua. Menurutnya, referendum kemerdekaan Papua harus kembali dibahas dan bukan lagi waktu untuk melakukan operasi militer dan pembunuhan di Papua.

"Komisaris Tinggi PBB harus diizinkan masuk, sesuai dengan seruan dari 82 negara. Presiden harus mengakhiri darurat militer di Papua Barat dan duduk untuk berbicara,” jelas dia.

Pendeklarasian pemerintah sementara Papua Barat oleh Benny dilakukan pada Selasa (1/12). Benny menyatakan pemerintah sementara Papua Barat telah dibentuk dan siap untuk mengambil alih wilayahnya. Dia juga menyatakan tidak akan lagi tunduk kepada aturan-aturan dari Jakarta atau pemerintah Indonesia.

Dia juga menyatakan menolak perpanjangan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. "Mulai hari ini, 1 Desember 2020, kami mulai menerapkan konstitusi kami sendiri dan mengklaim kembali tanah kedaulatan kami," ungkap Benny dalam keterangan resminya.

Pendeklarasian pembentukan pemerintah sementara Papua Barat itu juga langsung mendapat respons dari pihak Manajemen Markas Pusat Komnas Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB OPM). Mereka menyatakan tidak mengakui klaim Benny tersebut dan melakukan mosi tidak percaya.

"TPNPB tidak akui klaim Benny Wenda, karena Benny Wenda lakukan deklarasi dan umumkan pemerintahannya di negara asing yang tidak mempunyai legitimasi mayoritas rakyat Bangsa Papua, dan juga di luar dari wilayah hukum revolusi," ungkap Juru Bicara TPNPB OPM, Sebby Sambom, kepada Republika, Rabu (2/12).

Sebby juga mengatakan, klaim Benny sebagai presiden sementara Papua Barat merupakan bentuk kegagalan ULMWP dan Benny sendiri. TPNPB OPM tidak bisa mengakui klain Benny karena dia warga negara Inggris. Menurut Sebby, warga negara asing tidak bisa menjadi presiden Papua Barat.

"Menurut hukum internasional Benny Wenda telah deklarasikan dan mengumumkan negara dan klaimnya di negara asing, yaitu di negara Kerajaan Inggris, itu sangat tidak benar dan tidak bisa diterima oleh akal sehat manusia," terang dia.

Atas semua itu, maka TPNPB OPM menyatakan menolak klaim Benny. Pihaknya menyatakan, Benny tidak akan menguntungkan keinginan masyarakat Papua untuk merdeka penuh. Sebby juga menyatakan, TPNPB OPM mengumumkan mosi tidak percaya kepada Benny karena Benny dinilai merusak persatuan dalam perjuangan bangsa Papua.

"Juga diketahui, Benny Wenda kerja kepentingan kapitalis asing Uni Eropa, Amerika dan Australia. Dan hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip revolusi untuk kemerdekaan bagi bangsa Papua," kata dia.

Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menganggap Benny Wenda membuat negara ilusi dengan deklarasi pemerintahan sementara di Papua Barat yang dipimpinnya sendiri sebagai presiden.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement