REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko mengatakan, vaksin yang dikembangkan wajib lolos uji klinis tahap 3. Hal itu penting untuk memastikan kemanjuran dan keamanan vaksin tersebut.
"Uji klinis fase 3 merupakan uji terakhir yang wajib dilalui untuk mendapat izin, meski bukan yang reguler alias izin darurat (emergency use authorization)," kata Handoko dalam keterangan tertulis yang diterima Antara, Jakarta, Senin.
Handoko menuturkan, vaksin buatan Sinovac asal China saat ini masih di tahap uji klinis fase 3 di Bandung, Jawa Barat. Setelah selesai uji klinis fase 3, data akan diolah dan dilaporkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk dianalisis dan menjadi dasar penetapan.
Jika suatu vaksin sudah mendapat penilaian dan evaluasi dari BPOM kemudian dinyatakan memenuhi syarat baik untuk efikasi (kemanjuran), keamanan, dan kualitas maka vaksin tersebut baru dapat digunakan dan didistribusikan ke masyarakat.
"Perlu diketahui dapat uji klinis itu double blinded, pasien tidak tahu dirinya dapat vaksin atau plasebo, dan sebaliknya penguji tidak tahu siapa dan diberi apa, sehingga kalau belum dianalisis tuntas tidak bisa tahu hasilnya seperti apa," tuturnya.