REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Kamis (10/12) mengatakan bahwa negaranya bisa membuka perbatasannya dengan Armenia, jika Yerevan mengambil langkah menuju perdamaian regional.
Berbicara pada konferensi pers bersama sejawatnya dari Azerbaijan Ilham Aliyev di Baku, Erdogan mengatakan pihaknya tidak memiliki masalah dengan rakyat Armenia.
"Kami tidak punya dendam terhadap rakyat Armenia. Masalahnya hanya ada pada pemerintahan Armenia. Lebih dari 100.000 orang etnis Armenia tinggal di negara saya," ujar Erdogan.
Erdogan mengkritik OSCE Minsk Group karena gagal menyelesaikan masalah pendudukan wilayah Azerbaijan oleh Armenia hampir 30 tahun. Pada saat yang sama, Erdogan juga memuji peran Rusia dalam mengakhiri bentrokan perbatasan selama berminggu-minggu antara Azerbaijan dan Armenia.
Dia juga menyesali resolusi Majelis Nasional Prancis yang mengakui Nagorno-Karabakh sebagai republik terpisah.
"Bahkan (Perdana Menteri Armenia Nikol) Pashinyan tidak menerimanya," singgung Presiden Turki, seraya menambahkan bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron "belum belajar politik."
Dia mengatakan Prancis terus-menerus mencoba mengontak Aliyev selama bentrokan dan juga menghubungi Turki, tetapi Ankara tidak mengangkat panggilan telepon tersebut.
Erdogan melanjutkan dengan mengatakan bahwa pemerintahan Azerbaijan akan mencapai era kemajuan di Karabakh dalam tiga hingga lima tahun mendatang.
Dia mengatakan gagasan untuk mendirikan blok regional enam negara adalah sesuatu yang juga disukai Rusia.
"Rusia, Turki, Azerbaijan, Iran, Georgia .... Armenia juga dapat dimasukkan dalam platform ini," tutur dia.
'Turki berikan contoh keberanian'
Sementara itu, Aliyev berterima kasih kepada Turki atas dukungannya selama perang dengan Armenia. Dia menambahkan bahwa kedua negara memiliki hubungan yang begitu dekat dan bersahabat.
"Turki di bawah Presiden Erdogan memberikan contoh keberanian, kemerdekaan dan pembangunan bagi dunia," kata Aliyev.
Dia mengatakan pesawat tanpa awak Turki Bayraktar memainkan "peran yang penting" dalam kemenangan Azerbaijan di Karabakh.
Menawarkan kesejahteraan kepada Armenia, Aliyev mengatakan pihaknya siap untuk memulai kerja sama baru dengan Yerevan demi perdamaian abadi di wilayah tersebut.
"Jika pemerintah Armenia menarik kesimpulan yang benar dari perang dan melihat ke masa depan dengan melepaskan klaim tak berdasarnya, maka mereka dapat mengambil posisi di blok ini," kata Aliyev, merujuk pada blok regional tersebut.
Aliyev mengatakan dirinya akan bepergian dengan Erdogan di jalan raya yang dibangun Turki ke daerah Shusha, sebuah kota di Karabakh, setelah proyek diselesaikan.
Turki dan Azerbaijan menandatangani sejumlah perjanjian di bidang transportasi, komunikasi, dan pembebasan visa.
Masalah Karabakh
Hubungan antara bekas republik Soviet tegang sejak 1991 ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh, juga dikenal sebagai Karabakh Atas, wilayah yang diakui sebagai bagian dari Azerbaijan, dan tujuh wilayah yang berdekatan lainnya. Ketika bentrokan baru meletus pada akhir September, Azerbaijan membebaskan beberapa kota dan hampir 300 pemukiman dan desa dari pendudukan Armenia.
Kedua negara menandatangani perjanjian yang ditengahi Rusia pada 10 November untuk mengakhiri pertempuran dan bekerja menuju resolusi yang komprehensif. Gencatan senjata dipandang sebagai kemenangan bagi Azerbaijan dan kekalahan bagi Armenia, yang pasukannya telah ditarik sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata.