Selasa 15 Dec 2020 00:02 WIB

Mengenal Delirium Sebagai Gejala Covid-19

Delirium pada pasien Covid-19 menunjukkan kondisi sakit pasien sudah berat.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Petugas medis menjemput pasien Covid-19. Delirium bisa menjadi gejala pertama yang membawa pasien Covid-19 datang ke rumah sakit.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas medis menjemput pasien Covid-19. Delirium bisa menjadi gejala pertama yang membawa pasien Covid-19 datang ke rumah sakit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit Covid-19 dikenal sebagai great imitator (peniru ulung), maka bisa saja berbagai gejala muncul pada pasien dengan infeksi Covid-19. Pasien bisa saja datang bukan karena demam, batuk dan sesak yang umum terjadi, tapi bisa dengan gejala  di luar gejala saluran pernapasan. Salah satu gejala yang mungkin timbul adalah delirium.

Hal ini sesuai laporan peneliti dari Universitat Oberta de Catalunya (UOC), Barcelona Spanyol. Gejala Covid-19 berupa delirium pun menjadi perbincangan media-media internasional dan nasional dalam sebulan terakhir.

Baca Juga

"Pasien dengan delirium biasanya datang dengan gaduh gelisah, bicara meracau, bingung dan gangguan kesadaran," ujar Akademisi dan Praktisi klinis, Prof Ari Fahrial Syam dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Senin (14/12).

Sebenarnya delirium bukan gejala baru, tapi delirium bisa menjadi gejala pertama yang membawa pasien datang ke rumah sakit. Pasien Covid-19 yang mengalami gangguan pada sistem syaraf pusat bisa datang dengan sakit kepala hebat disertai  delirium dan pasien Covid-19 bisa  datang gangguan jiwa (psikotik).

Tentu hal ini harus menjadi perhatian bagi para dokter yang bekerja di gawat darurat, karena bisa saja pasien datang dengan kondisi seperti ini. Begitu pula buat pasien dan anggota keluarga perlu mengenal gejala ini sebagai bagian dari gejala penyakit Covid-19.

Delirium pada pasien Covid-19 sebenarnya menunjukkan kondisi sakit pasien yang berat. Ada  tiga  hal kenapa pasien tersebut mengalami delirium.

Pertama pasien dengan Covid-19 bisa mengalami hipoksia (kekurangan oksigen) darah sehingga pengiriman oksigen ke organ di dalam tubuh menjadi terganggu. Otak akan sangat sensitif karena kekurangan oksigen menyebabkan pasien mengalami gangguan kesadaran berupa delirium.

Faktor kedua sebagai penyebab pasien Covid-19 mengalami delirium berhubungan sindrom badai sitokin yang dapat terjadi sebagai komplikasi dari infeksi Covid-19. Tubuh akan memproduksi sel-sel radang yang bisa menyebabkan berbagai lanjutan komplikasi seperti terjadinya peningkatan kekentalan darah dan peradangan di berbagai organ termasuk otak.

Faktor ketiga yang juga diduga terjadinya gangguan otak adalah kemungkinan virus akan melewati sawar darah otak sehingga menyebabkan kerusakan otak.  Hal ini memang harus menjadi perhatian bahwa infeksi Covid-19 menyebabkan berbagai komplikasi termasuk komplikasi ke otak.

"Apabila pasien bisa kembali sehat, efek samping jangka panjang sebagai gejala sisa akibat infeksi ini juga dapat terjadi yang kita sebut sebagai long Covid," ujarnya. Berbagai informasi mutakhir seputar Covid-19 ini harus menambah kewaspadaan buat masyarakat agar terus menjalankan protokol Kesehatan mengingat perjalanan penyakit dari Covid-19 ini yang tidak bisa diprediksi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement