Kamis 17 Dec 2020 15:08 WIB

Kisah Diaspora Indonesia Jadi Pengasuh Anak di London

Diaspora Indonesia pemilik daycare terus pertahankan usahanya di tengah pandemi Covid

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Diaspora Indonesia pemilik daycare terus pertahankan usahanya di tengah pandemi Covid-19 di Inggris. Ilustrasi.
Foto: rinseace.com
Diaspora Indonesia pemilik daycare terus pertahankan usahanya di tengah pandemi Covid-19 di Inggris. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Setelah bekerja di Montessori Nursery selama dua tahun, Dian Pangestuti Neilson yang merupakan diaspora Indonesia yang menetap di London, memutuskan untuk membuka sendiri tempat penitipan anak. Ia memutuskan menekuni profesi sebagai pengasuh anak atau childminder.

Sejak 2015, ibu dari tiga putra itu merintis bisnis daycare di rumahnya di daerah Enfield, Utara London. Ia mengasuh anak-anak yang orang tuanya harus bekerja di luar rumah.

Baca Juga

“Saya memutuskan menjadi childminder karena bisa bekerja di rumah dan lebih fleksibel sambil mengurusi anak-anak,” ujar Dian kepada Antara London, Rabu.

Menurut Dian, membuka usaha penitipan anak berusia di bawah lima tahun (balita) di Inggris ternyata tidak semudah yang dibayangkannya. “Anak yang saya urusi berusia mulai dari delapan bulan hingga lima tahun," ujarnya.

Tidak heran ikatan batin Dian dengan anak yang diasuhnya sangat besar dan bahkan mungkin melebihi kedua orang tua sang anak. Bagaimana tidak, setiap pagi sang anak diantar ke rumah Dian yang bergaya victorian tiga lantai. Dian mengasuhnya seperti anak sendiri, termasuk memberinya makan.

Awalnya memang tidak mudah bagi keluarga di Inggris menitipkan anaknya kepada Dian sebagai perempuan asing. Namun, pengalaman bekerja di Nursery Montessori memberikan keuntungan bagi Dian sebagai childminder karena sudah memahami aturan yang sudah ditetapkan pemerintah tentang mendidik anak-anak balita.

Untuk bekerja di Montessori Nursery diperlukan pendidikan Level 3 Diploma for the Children and Young People’s Workforce. Kualifikasi ini juga bisa untuk bekerja di sekolah, nursery, playgroups, dan children centre.

Setelah mengurus pendaftaran di Ofsted, Kantor Standar dalam Pendidikan, Layanan, dan Keterampilan Anak di Inggris, dengan proses yang cukup berbelit, akhirnya Dian mulai bekerja sebagai childminder pada September 2015.

Selama pandemi, daycare Dian tetap terbuka karena orang tua anak adalah pekerja esensial. "Alasan mereka itu karena kedua orang tua bekerja dan jarak tinggal dengan nenek atau kakek jauh dan tidak memungkinkan untuk menitipkan anaknya," jelas Dian.

Sekarang Dian hanya mengurusi dua anak karena kondisi pandemi Covid-19. “Saat ini saya tidak ingin mencari anak lagi untuk saya urusi,” ujar Dian yang dulu bekerja sebagai personal assistant (PA) di perusahaan asing di Jakarta.

Biar bagaimanapun Dian juga ingin melindungi keluarga sendiri karena mendatangkan orang lain ke rumah juga berisiko di tengah pandemi. Dian, yang belajar di Barnet and Southgate college pada 2012 sebelum bekerja di Montessori Nursery selama dua tahun, menikah dengan suaminya sekarang di masjid Rawamangun, Jakarta pada 1999. Setelah menikah langsung diboyong suaminya ke Inggris.

Dian mengaku banyak suka dan duka berprofesi sebagai childminder. Apalagi anak-anak yang dititipkan kepadanya berusia di bawah lima tahun.

Saat anak yang diasuhnya meneruskan sekolah dan mengucapkan selamat tinggal ada perasaan sedih karena sang anak setiap hari bersama. “Saya mengetahui perkembangan sang anak setiap hari,” ujarnya.

Sering juga Dian menerima kado atau voucer dari orang tua anak-anak yang diasuhnya sebagai tanda terima kasih. Mereka menulis pesan yang mengharukan untuk Dian.

"Ada yang bilang bahwa saya adalah bagian hidup dari anak-anak mereka, karena mereka tumbuh bersama-sama. Saya bersyukur dari awal bekerja selalu menemukan orangt ua yang baik dalam arti bisa diajak bekerja sama,” ujarnya.

Bagi Dian menjadi childminder lebih banyak sukanya karena pada dasarnya ia suka dengan anak-anak. "Bagi saya mempelajari dan memperhatikan mereka berkembang dari tidak dapat berbicara atau berjalan itu adalah sangat luar biasa," papar istri dari James Neilson ini.

Bahkan, Dian kadang menjadi saksi ketika anak-anak yang diasuhnya untuk pertama kalinya mulai bisa berjalan selangkah demi selangkah atau mulai bisa berbicara sepatah kata. Sementara orang tua mereka sendiri kehilangan momen berharga itu.

Akan tetapi profesi childminder bukan berarti tidak ada dukanya. Dian mencontohkan ketika ada masalah dengan orang tua si anak. Misalnya keterlambatan menjemput yang terus menerus atau mereka terlambat mengantarkan anaknya ke rumah Dian. Kemudian terkait pembayaran yang disepakati, ada juga orang tua anak yang masih melanggar.

Menjadi childminder juga ada risikonya. Misalnya kemungkinan anak mengalami kecelakaan di rumah childminder dan tanpa ada saksi lain. Apalagi jika anak yang diasuhnya belum mampu berbicara. Childminder berusaha untuk memberikan laporan yang sebenarnya kepada orang tua dan berharap mereka menerimanya dengan baik.

Childminder memiliki banyak tanggung jawab yang harus dilakukan sendiri, misalnya membuat laporan anak atau bahkan laporan pemasukan yang harus dilaporkan ke HMRC/Inland Revenue atau Badan Usaha Pajak Inggris.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement