REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo menilai penyelenggaran mudik Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2021 amburadul. Hal ini terlihat mulai dari padatnya antrean swab di bandara dan stasiun hingga aturan syarat perjalanan yang bersifat diskriminatif dan berubah-ubah.
"Itu bisa kita lihat dari antrean calon penumpang yang ingin tes swab/rapid di bandara dan stasiun sehingga mengabaikan protokol kesehatan. Bukannya menghindari kerumunan, malah membuat kerumuman. Ini bukti konkret regulator dan operator tidak siap mengimplementasikan aturan yang mereka buat sendiri," ujar Sigit dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (24/12).
Sigit mengatakan ketidaksiapan pemerintah dalam penyelenggaraan mudik Nataru juga terlihat dari penerapan aturan syarat perjalanan yang diterbitkan mendadak dan diskriminatif. Akibatnya, kata Sigit, justru membuat bingung masyarakat.
Sebagai contoh, Sigit menyebutkan perbedaan aturan transportasi yang akan masuk ke Pulau Jawa dan Bali dengan daerah lain. Untuk masuk ke pulau Jawa dan Bali, pemerintah menerapkan aturan ketat dengan persyaratan tes rapid antigen. Namun, untuk daerah lain tes rapid antigen hanya bersifat imbauan.
"Aturan ini buat bingung masyarakat dan pemda. Akhirnya, mendadak sejumlah Pemda juga buat aturan sendiri untuk penerapan tes antigen bagi pemudik. Ujung-ujungnya yang diberatkan ya masyarakat juga," kata Sigit.
Tak hanya itu, ucap Sigit, perbedaan persyaratan perjalanan juga ditentukan berdasarkan jenis moda transportasi yang dipilih calon penumpang. Untuk perjalanan dengan moda transportasi udara dan kereta api, Kemenhub menetapkan aturan ketat. Hal ini berbeda dengan moda transportasi laut dan darat serta penyeberangan.
Sigit juga menyoroti sikap pemerintah yang mengubah aturan mengenai batas hasil tes. Jika selama ini hasil tes rapid dan swab bisa berlaku selama 14 hari, pada penyelenggaran mudik nataru kali ini batas rapid ditentukan hanya berlaku 3x24 jam dan tes swab berlaku 7x24 jam.
"Seharusnya aturan persyaratan perjalanan berlaku sama untuk semua moda transportasi jika benar-benar ingin mencegah penyebaran covid makin meluas. Tapi, mengapa aturan yang ketat hanya berlaku untuk pesawat dan KA, sementara untuk moda transportasi laut dan darat serta kendaraan pribadi tidak ketat. Sifatnya hanya imbauan saja. Ini kan jadinya kontraproduktif," ungkap Sigit.
Menurut Sigit, jika dibandingkan moda transportasi lain, angkutan laut sangat berpotensi menjadi penyebar Covid-19. Apalagi, pada libur Natal dan Tahun Baru kali ini hanya angkutan laut yang diprediksi mengalami kenaikan jumlah penumpang. Sigit juga mengatakan aturan pengetatan syarat perjalanan tidak pernah disampaikan kepada Komisi V dalam raker persiapan Penyelenggaran Nataru.
"Aturan ini dibuat mendadak karena dalam raker tidak pernah disampaikan. Seperti biasa, pemerintah selalu gagap dalam hal implementasi," kata Sigit menambahkan.