REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika Nabi Muhammad berumur 35 tahun orang-orang Quraisy merenovasi Ka’bah. Renovasi harus dilakukan untuk menjaga kelestarian Ka’bah yang sudah sangat tua umurnya semenjak zaman Nabi Ibrahim dan puteranya Ismail ‘alaihimas salam.
Setelah banjir besar yang melanda Makkah sehingga menggenangi Masjid Haram, orang-orang Quraisy khawatir sewaktu-waktu Ka’bah bisa roboh, oleh sebab itu bangunannya harus diganti dengan yang lebih kukuh.
Maka bangunan lama setinggi 4,5 meter tanpa atap dirobohkan dan diganti dengan bangunan baru yang lebih tinggi. Tinggi bangunan baru mencapai lebih kurang 11 meter. Pintu Ka’bah ditinggikan dua meter agar tidak mudah dimasuki kecuali oleh orang-orang tertentu yang diperbolehkan.
Pintu Ka’bah yang tadinya dua ditutup satu, sehingga tersisa satu saja. Para pemuka Quraisy sudah sepakat hanya menggunakan uang yang baik saja untuk membiayai renovasi Ka’bah.
Uang hasil kezaliman dan hasil jual beli riba tidak boleh dipakai untuk mendanai renovasi Ka’bah. Ternyata mereka kesulitan untuk mengumpulkan batu bata untuk membangun kembali seluas bangunan asli.
Oleh sebab itu, bagian utara, lebih kurang 6 hasta hanya dibangun rendah saja setinggi pinggang orang dewasa yang kemudian disebut Hijir Ismail. Sehingga Hijir Ismail itu termasuk bagian dari Ka’bah.
Tatkala akan meletakkan kembali Hajar Aswad ke tempat semula, terjadi perselisihan. Masing-masing suku mengklaim lebih berhak dari suku yang lain untuk meletakkannya.