Selasa 05 Jan 2021 06:37 WIB

Inflasi Rekor Terendah, Ekonom: Program Pemerintah tak Tepat

Angka inflasi tahunan pada 2020 mencapai 1,68 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Inflasi
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Inflasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda menyebutkan, inflasi tahunan pada 2020 yang mencapai 1,68 persen menggambarkan dampak pandemi begitu signifikan terhadap perekonomian. Khususnya, dari sisi permintaan atau daya beli masyarakat.

Nailul menjelaskan, pemerintah tidak dapat mengerek daya beli masyarakat secara optimal. Banyak program yang sudah dirancang pemerintah tetapi tidak tepat sasaran. Dampaknya, hasil ke perekonomian secara riil pun tidak terlihat.

Baca Juga

Padahal, Nailul menekankan, daya beli masyarakat dapat dikerek dengan pemberian bantuan ke masyarakat terdampak. "Tapi, nyatanya, program-program tidak tepat," tuturnya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (4/1).

Nailul memberikan contoh, program bantuan sembako. Program perlindungan sosial ini, tidak tepat karena tidak memberikan stimulus ekonomi yang optimal. Ia menganjurkan, bantuan seharusnya diberikan secara tunai untuk mendatangkan efek pengganda.

Selain itu, ada program kartu prakerja yang seharusnya diberikan langsung ke masyarakat terdampak, terutama korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Realisasinya, anggaran kartu prakerja justru banyak diberikan kepada platform dan penyedia jasa pelatihan.

"Di samping dua itu, masih banyak program bantuan untuk mengerek permintaan masyarakat yang amburadul pelaksanaannya," kata Nailul.

Nailul memproyeksikan, inflasi tahun ini masih akan berada di level rendah, meski dalam nilai lebih baik dibandingkan tahun kemarin. Khususnya, apabila pemerintah tidak membuat gebrakan program yang optimal dan penanganan pandemi masih seperti saat ini.

Apabila digambarkan dengan angka, Nailul memperkirakan, level inflasi pada tahun ini akan mencapai 2,1 persen dalam skenario optimistis. "Pesimisnya bisa di angka 1,8 persen," ujarnya.

BPS mencatat, inflasi tahunan sepanjang 2020 merupakan level terendah sejak BPS merilis data inflasi pada 1966. Beberapa komoditas yang dominan terhadap inflasi nasional adalah emas perhiasan dan cabai merah.

Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS Setianto menjelaskan, emas perhiasan memberikan sumbangan terhadap inflasi tahun lalu sebesar 0,26 persen. Sementara itu, cabai merah yang kerap mengalami fluktuasi harga di tingkat konsumen memberikan andil 0,16 persen.

Dengan dua kontributor terbesar ini, Setianto menyebutkan, inflasi tahunan pada 2020 mencatatkan rekor terendah. "Jadi, ini memang angka terendah sejak kita merilis angka inflasi," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual pada Senin (4/1).

Minyak goreng juga memberikan sumbangan 0,10 persen. Selain itu, rokok kretek filter dan rokok putih masing-masing berperan 0,09 persen pada inflasi tahun lalu. Daging ayam ras yang kerap menyebabkan inflasi pun tercatat sebagai kontributor terbesar keenam pada inflasi 2020, yakni dengan andil 0,05 persen.

Selanjutnya, untuk telur ayam ras, ikan segar, nasi dengan lauk dan uang kuliah akademi atau perguruan tinggi, masing-masing memberikan andil 0,04 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement