REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Rizkyan Adiyudha, Febryan A, Flori Sidebang
Langkah Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini yang hampir setiap hari blusukan menemui penyandang masalah sosial di DKI Jakarta dan Jawa Timur, menuai pro dan kontra. Yang pro menilai langkah Risma itu sah-sah saja, namun yang kontra menilai Risma tengah menjalankan politik pencitraan di balik aksi blusukannya itu.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tentunya membela Risma. Partai berlogo kepala banteng moncong putih itu mengatakan, bahwa hal tersebut merupakan karakter kepemimpinan Risma.
"Jadi karakter kepemimpinan Bu Risma setiap kunjungan ke daerah itu turun dan menyapa rakyat khususnya mereka yang miskin yang terpinggirkan yang diperlakukan tidak adil," kata Sekretaris Jendral PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan, Rabu (6/1).
Dia mengatakan, Risma melakukan blusukan bukan hanya akan di Jakarta tapi juga di seluruh wilayah Indonesia yang merupakan wilayah kerjanya sebagai menteri sosial. Ungkapnya, Risma sempat berkunjung ke Ponorogo untuk bertemu penyandang disabilitas pada akhir tahun lalu.
Menurut Hasto, apa yang dilakukan Risma itu cara membangun harapan bahwa wong cilik tidak akan lagi merasa tertinggalkan. Dia mengatakan, tradisi blusukan serupa juga biasa dilakukan Presiden Jokowi sebelumnya ketika menduduki kursi Gubernur DKI Jakarta.
"Sehingga ini harus menjadi bagian kultur kepemimpinan nasional kita, seorang pemimpin yang menyatu dengan rakyat," katanya.
Dia menegaskan, pengalaman Risma sebagai Wali Kota Surabaya faktanya mampu membawa kemajuan dan juga keberpihakan bagi rakyat kecil di Kota Pahlawan. Menurutnya, apa yang dilakukan Risma merupakan pelaksanaan semangat konstitusi terkait bagaimana keadilan sosial dikedepankan.
"Karena itulah apa yang dilakukan Bu Risma justru menunjukkan beginilah sosok pemimpin yang terus bergerak dan berdedikasi bagi kepentingan rakyat itu, karena rakyat sebagai sumber legitimasi dan legalitas dari kepemimpinan itu," katanya.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai memang tidak ada salahnya dengan aksi blusukan Risma. Namun, ia menyarankan lebih baik mantan Wli Kota Surabaya ini membenahi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang masih carut marut.
Menurut Agus, sebenarnya ada hal lebih penting yang bisa dilakukan Mensos saat ini. Ia mengambil pelajaran dari kasus yang menjerat mantan Mensos Juliari Batubara yang telah ditahan KPK awal Desember lalu karena kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos).
"Ketimbang blusukan di Jakarta, ada dua hal yang penting dilakukan Bu Risma yang saat ini statusnya Menteri, pertama perbaiki dulu itu semua data sosial. Kedua 'kocok ulang' bawahan pejabat di eselon I dan eselon II di Kemensos," kata Agus dalam komunikasi telpon kepada wartawan, Selasa (5/1).
Menurut Agus, model blusukan seperti itu perlu bila dilakukan kepala daerah, seperti saat Risma menjadi Wali Kota. Sedangkan saat menjadi Menteri, ia menyarankan lebih banyak bekerja di wilayah kebijakan dan pembenahan Kemensos secara keseluruhan.
Ia menyebut bukan berarti menteri tidak boleh blusukan, namun yang dilakukan Risma di Jakarta justru bisa jadi bukan menyelesaikan masalah, tapi menambah masalah. Karena itu Agus meminta alangkah baiknya Mensos Risma fokus pada perbaikan data sosial (DTKS), yang selama ini jadi sumber penyelewengan berbagai bansos.
"Fokus saja perbaikan data sosial, buat jadi lebih detail agar bantuan semakin tepat sasaran," katanya.
Kedua, kata Agus, Risma perlu melakukan pembersihan secara menyeluruh di Kemensos. Pembersihan ini, menurut dia, untuk melihat mana bawahan betul-betul berintegritas dan mana yang tidak.
"Belajar dari kasus mantan Mensos Juliari kemarin, 'kocok ulang' pejabat eselon I dan II disana. Cari yang Bu Risma anggap bisa mengikuti ritme kerja beliau dan memiliki integritas yang tinggi," kata Agus menambahkan.
Untuk itu, ia menyarankan, Risma sudah lebih baik fokus pada perbaikan data sosial dan sistem di internal Kemensos yang diperbaiki integritasnya secara menyeluruh. Kalaupun perlu melakukan blusukan bisa dilakukan, namun jangan sampai terlihat seperti kelasnya kepala daerah, karena kewenangan Menteri jauh lebih besar daripada itu.
Reaksi DKI Jakarta
Aksi blusukan di Jakarta tentunya menuai reaksi dari pemerintah daerah setempat. Satpol PP Jakarta Pusat (Jakpus) misalnya, pada Selasa (5/1) malam menjaring 29 gelandangan yang tersebar di sejumlah titik. Sehari sebelum operasi ini dilaksanakan, Risma mendapati sejumlah gelandangan saat blusukan di Jalan Sudirman-Thamrin.
"Hasil kegiatan, ada 29 orang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Terdiri dari 24 laki-laki dan 5 perempuan," kata Kepala Seksi PPNS dan Penindakan Satpol PP Jakarta Pusat, Gatra Pratama Putra ketika dikonfirmasi Republika, Rabu (6/1).
Mereka yang terjaring ini, lanjut Gatra, dibawa ke GOR Benhil. Selanjutnya mereka akan didata oleh Suku Dinas Sosial Jakpus untuk penganan lebih lanjut.
Gatra mengatakan, operasi malam itu digelar di sejumlah jalan utama dan taman di Jakpus. Mulai dari Jalan HOS Cokroaminoto (Flyover Menteng) Jalan Cianjur, Menteng, Jalan Dr. Kusuma Atmaja, Menteng, hingga Taman Latuharhari, Menteng.
Lalu juga di Jalan MH Thamrin, Kolong Flyover Bundaran Semanggi, Jalan Jendral Sudirman, dan Shelter Busway Benhil. Untuk menyisir semua titik itu, Saptop PP mengerahkan 50 personel.
Ketika dikonfirmasi apakah operasi ini digelar karena Mensos Risma mendapati sejumlah gelandangan di Jakpus, Gatra tak memberikan jawaban pasti. "Kami hanya menjalankan salah satu fungsi kami sebagai Satpol PP yaitu menciptakan ketenteraman dan ketertiban umum," ujar Gatra.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria tidak mempermasalahkan dan justru mengapresiasi aksi blusukan Risma. Menurut dia, permasalahan mengenai tunawisma di Jakarta memang menjadi pekerjaan rumah pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Kementerian Sosial.
"Kita menyambut baik, mengapresiasi Ibu Mensos yang blusukan, yang kebetulan memang blusukannya masih di wilayah DKI Jakarta. Terkait masih adanya tunawisma, kemiskinan, pengangguran, itu memang menjadi PR kita bersama," kata Ariza di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (5/1).
Ariza menilai, aksi blusukan Risma merupakan upaya untuk mengumpulkan data dan fakta di lapangan. Sebab, kata dia, baik pemerintah pusat maupun daerah, dalam memutuskan suatu kebijakan pasti memerhatikan data dan fakta.
"Saya kira semua pejabat demikian. Bupati, gubernur, menteri-menteri, semua pasti dalam mengambil kebijakan itu seusai dengan fakta dan data dan program ke depan," ujarnya.
Politikus Partai Gerindra itu pun mengeklaim, pihaknya terus melakukan berbagai upaya agar para tunawisma tidak lagi berada di jalan-jalan protokol Ibu Kota. "Kami kan terus melakukan semua upaya untuk mengurangi, bahkan menghilangkan adanya gelandangan, apalagi di daerah-daerah protokol," ucap Ariza.
Upaya penanganan tunawisma di Ibu Kota itu, lanjut Ariza dilakukan berdasarkan program yang dimiliki oleh Pemprov DKI. Bahkan, kata dia, pihaknya mengalokasikan anggaran dalam jumlah yang cukup besar untuk mengatasi masalah tersebut.
Selain itu, Ariza mengungkapkan, Pemprov DKI juga memiliki tempat penampungan bagi para tunawisma. "Kami sendiri di Dinsos punya tempat penampungan, memang secara bertahap, berkesinambungan semua itu diarahkan, kita membuat perhatian kepedulian bagi mereka untuk dicarikan tempat lebih baik," ungkap Ariza.
Di sisi lain, menurut Ariza, kehadiran para tunawisma terjadi dalam kondisi tertentu atau musiman. Salah satunya, yakni sejak pandemi Covid-19 yang mengakibatkan masyarakat terdampak secara ekonomi.
"Itu musiman. Seperti itu terjadi juga waktu awal-awal Covid, itu awal Ramadan juga terjadi di beberapa tempat," tuturnya.
In Picture: Rismaharini Bersihkan Saluran Air Surabaya