REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kementerian Luar Negeri Korea Selatan (Korsel) menjelaskan sedang meninjau kasus kapal tanker yang disita oleh Iran baru-baru ini. Hal ini untuk memastikan kapal tersebut melanggar hukum internasional dengan mencemari perairan seperti yang diklaim oleh Iran atau justru Iran yang melanggarnya.
Kementerian Luar Negeri menyebut telah memanggil duta besar Iran pada Selasa (5/1) untuk menyerukan pembebasan lebih awal kapal tanker tersebut beserta 20 awaknya. Sementara, Iran menegaskan kapal itu ditahan karena pelanggaran lingkungan.
Delegasi Korsel saat ini disebut sudah menuju Iran pada Rabu (6/1) untuk meminta pembebasan sebuah kapal tanker berisi bahan kimia dan 20 awaknya yang disita di perairan Teluk oleh pasukan Iran. Wakil Menteri Luar Negeri Korsel Choi Jong-kun dijadwalkan mengunjungi Teheran pada Ahad (10/1).
Kunjungan ini memang telah dijadwalkan sebelumnya dan akan membahas berbagai masalah bilateral. Pemerintah Iran membantah menggunakan kapal dan awaknya ini sebagai sandera.
Sehari setelah menangkap kapal tanker di dekat Selat Hormuz, beredar isu Iran mendesak Korsel melepaskan dana sekitar Rp 97 triliun yang dibekukan karena sanksi AS. Penyitaan kapal bernama MT Hankuk Chemi telah dilihat sebagai upaya Iran menegaskan tuntutannya, hanya dua pekan sebelum Presiden terpilih Joe Biden menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat. Iran ingin Biden mencabut sanksi yang dijatuhkan oleh Presiden Donald Trump.
Menanggapi penyitaan tersebut, beberapa pihak seperti Jepang melalui Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata memperingatkan para eksportir dan importir barang dari Jepang untuk berhati-hati dalam berkegiatan di daerah tersebut.