REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permohonan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah yang memenuhi syarat ambang batas 0,5 hingga 2 persen diperkirakan hanya 25 permohonan. Ada total 136 permohonan perselisihan hasil atau sengketa pilkada yang didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi.
"Dari 136 permohonan yang masuk ke MK dan juga 116 daerah, ada 25 permohonan yang memang memenuhi ambang batas sebagaimana ditentukan oleh Pasal 158 UU Pilkada," tutur peneliti lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis (7/1).
Ihsan Maulana mengatakan untuk pemilihan gubernur, dari enam daerah dengan tujuh permohonan, terdapat dua permohonan yang dipastikan lolos ambang batas, yakni pemilihan gubernur Jambi dan Kalimantan Selatan. Untuk pemilihan bupati, dari 96 daerah yang hasil pemilihannya disengketakan ke Mahkamah Konstitusi, hanya sebanyak 22 daerah yang disebut masuk ambang batas.
Daerah-daerah tersebut adalah Karimun, Sumba Barat, Indragiri Hulu, Nabire, Mandailing Natal, Kotabaru, Sumbawa, Labuhanbatu, Labuhanbatu Selatan, Solok dan Panukal Abab Lematang Ilir. Selanjutnya Tasikmalaya, Tojo Una-Una, Morowali Utara, Rokan Hulu, Malaka, Rembang, Sekadau, Purworejo, Konawe Selatan, Teluk Wondama dan Lingga.
Sementara untuk pemilihan wali kota, Ihsan Maulana menuturkan hanya sengketa hasil pemilihan daerah Ternate yang masuk ambang batas dari 14 permohonan yang diterima Mahkamah Konstitusi. Meskipun hanya 25 daerah yang permohonannya memenuhi ambang batas, ia menekankan permohonan lain tidak serta merta tidak akan diterima Mahkamah Konstitusi.
Sebab, lembaga itu menggeser ambang batas dari syarat formal menjadi pokok materi. Untuk itu, permohonan yang tidak memenuhi ambang batas tidak langsung tidak dipertimbangkan, melainkan akan tetap diperiksa pokok permohonannya.