REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Penyelidikan dan Pemantauan Komnas HAM melakukan pendalaman dari ahli kedokteran forensik terkait peristiwa tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI). Diantaranya terkait dengan adanya dugaan penyiksaan dari keluarga korban yang mengakibatkan beberapa luka di tubuh jenazah.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (8/1), menjelaskan, beberapa foto yang menunjukkan luka selain luka tembak dan jahitan akibat otopsi tersebut, bukan akibat dari tindakan kekerasan, seperti pembakaran. Bekas luka tersebut akibat konsekuensi dari waktu dan kondisi tubuh jenazah.
Sebelumnya keluarga laskar FPI mencurigai adanya tanda-tanda kekerasan melihat kondisi jenazah laskar FPI. Tim Penyelidikan dan Pemantauan Komnas HAM pun meminta pendapat ahli psikologi forensik, antara lain dengan diperdengarkan pesan suara, diperlihatkan foto korban, diperdengarkan penjelasan saksi tidak secara langsung atau mewawancarai saksi.
Ahli berpendapat tidak terdapat beban dalam pembicaraan oleh pembicara dan terdapat baseline persiapan untuk bertahan dan melawan.
Selain itu, Komnas HAM mendapat keterangan terdapat 18 luka tembak pada enam jenazah laskar Front Pembela Islam (FPI). Choirul Anam mengatakan ahli kedokteran forensik memberikan pandangan setelah melihat perbandingan foto dari keluarga dan proses otopsi serta paparan kepolisian.
Ahli dikatakannya juga mendengarkan penjelasan terkait kondisi mobil, khususnya lubang peluru dan melihat foto kondisi mobil."Dijelaskan antara lain bahwa terdapat luka akibat tembakan pada enam jenazah tersebut sebanyak 18 luka tembak dan terdapat luka jahitan akibat tindakan otopsi," ujar Choirul Anam.
Komnas HAM pun menyimpulkan telah terjadi pelanggaran HAM dalam kasus tewasnya empat laskar FPI (di luar dua orang tewas lainnya). Komnas HAM merekomendasikan agar kasus kematian laskar Front Pembela Islam (FPI) yang termasuk ke dalam pelanggaran HAM diproses dengan mekanisme pengadilan pidana untuk penegakan keadilan.
"Tidak boleh hanya dilakukan dengan internal, tetapi harus dengan penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana," kata Choirul Anam.