REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Kepala Protokol Negara Indonesia Andy Rachmianto mengatakan tahun 2021 Kemlu akan memprioritaskan perlindungan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia. Khususnya pelaut yang bekerja di kapal-kapal ikan asing.
"Selama masa pandemi selain warga negara Indonesia yang terkena dampak, kami juga menghadapi banyak kasus-kasus yang menimpa anak buah kapal Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing khususnya," kata Andy dalam pertemuan virtualnya dengan media, Senin (11/1).
Andy mengatakan memang banyak ABK Indonesia yang bekerja di kapal pesiar. Namun masalah yang pelik terjadi pada ABK-ABK yang bekerja di kapal ikan asing khususnya kapal ikan asing China.
"Mengapa Tiongkok karena Tiongkok yang memiliki armada kapal ikan terbesar di dunia, terutama di sekitar kawasan Asia Pasifik baik yang ukurannya sedang maupun yang ukurannya besar," katanya.
Andy menambahkan ada sejumlah yang akan dilakukan untuk meningkatkan perlindungan terhadap ABK Indonesia. Salah satunya meratifikasi Konvensi ILO (International Labour Organisation) 188 di sektor perikanan.
"Ini akan kami gulirkan pada 2021 ini karena konvensi ILO 188 tidak hanya berdampak pada perlindungan ABK-ABK Indonesia yang bekerja di luar negeri, kapal asing luar negeri, tapi juga ABK Indonesia yang bekerja di kapal-kapal di wilayah Nusantara. Jadi ada dua yang bisa kami peroleh," tambah Andy.
Andy mengatakan selain ratifikasi ILO 188, Kemlu juga akan memfinalisasi sejumlah MoU atau nota kesepahaman bilateral dengan beberapa negara. Contohnya saat ini Kemlu sedang melakukan negosiasi dengan Korea Selatan (Korsel) untuk menyelesaikan nota kesepahaman mengenai penempatan ABK Indonesia di kapal-kapal longline di Korsel.
"Agar ABK-ABK Indonesia mendapat perlindungan yang lebih baik, sesuai dengan standar internasional yang diatur oleh konvensi-konvensi ILO," kata Andy.
Kemlu juga akan mendorong kasus-kasus yang terjadi pada ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing. Salah satunya dengan skema Mutual Legal Assistance (MLA).
"Meskipun proses ini cukup makan waktu tapi MLA membuka peluang kerja sama, peluang penyelesaian masalah hukum, karena itu kami akan menggandeng tentunya Kementerian Hukum dan HAM," kata Andy.