REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa harus ada dasar kuat untuk menyatakan seseorang secara hukum telah meninggal dunia. Hal tersebut disampaikan KPK menyusul pernyataan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang menyebut buronan Harun Masiku telah meninggal dunia.
"Sejauh ini tidak ada informasi valid yang KPK terima terkait meninggalnya buronan tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa (12/1).
Ali mengatakan, sebagai lembaga penegak hukum harus ada dasar yang kuat semisal dokumen kematian atau setidaknya jejak kematian. Dia melanjutkan, dokumen atau jejak tersebut diperlukan sebelum menentukan seseorang secara hukum dinyatakan meninggal dunia.
Dia mengatakan, KPK hingga kini tetap melakukan pencarian para tersangka yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) baik yang ditetapkan sejak 2017 maupun 2020. Setidaknya ada sisa sekitar tujuh DPO yang menjadi kewajiban KPK untuk dituntaskan.
Ali mengungkapkan, sejauh ini 10 DPO KPK sejak 2017. Di mana tiga di antaranya sudah ditangkap pada 2020 yaitu mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan kawan-kawannnya. Sisa tujuh DPO saat ini antara lain Harun masiku, Samintan, Surya Darmadi, Syamsul Nursalim, Itjih, Izil Azhar dan Kirana Kotama.
Sebelumnya dalam tayangan Youtube Karni Ilyas, Boyamin meyakini bahwa Harun Masiku telah meninggal dunia. Keyakinan itu berdasarkan informasi dari jaringan miliknya. Dia mengatakan bahwa Harun meninggal karena dibunuh.