REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Siti Alifah Dina menyatakan, perlindungan konsumen perlu diperkuat. Ini mengingat transaksi keuangan digital ke depannya bakal terus meningkat penggunaannya di tengah-tengah masyarakat.
"Potensi transaksi keuangan digital di Indonesia menjanjikan dan akan terus meningkat. Berdasarkan data Google, Temasek & Bain 2020, akumulasi nilai pembelian melalui platform digital di Indonesia akan mencapai 124 miliar dolar AS pada tahun 2025, melihat tren pertumbuhan sejak tahun 2015," kata Siti Alifah Dina di Jakarta, Jumat (15/1).
Menurut laporan yang sama, ujar dia, Indonesia mengalami kenaikan konsumen digital baru sebesar 37 persen saat pandemi Covid-19 berdasarkan survei pada periode Mei-Oktober 2020.
Terlebih lagi, lanjutnya, sembilan dari 10 konsumen digital yang baru tersebut mengaku akan terus menggunakan layanan digital, bahkan setelah tidak pandemi, seperti berbelanja daring dan memesan makanan melalui aplikasi instan.
"Untuk itu, upaya perlindungan konsumen juga perlu terus diperkuat," kata Dina.
Dina melanjutkan, meningkatnya transaksi keuangan digital di Indonesia ini tentunya menjadi angin segar bagi investor, baik dalam maupun luar negeri.
Hal itu karena fenomena tersebut dinilai berpotensi menarik minat mereka untuk menanamkan modalnya dalam bentuk investasi dana pada perusahaan di Indonesia maupun dalam bentuk perusahaan berbasis teknologi dan komunikasi itu sendiri.
"Investasi asing yang masuk ke Indonesia sebaiknya tidak dilihat sebagai hal negatif yang dapat mengancam perekonomian domestik. Investasi asing juga memiliki dampak positif karena tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi secara makro, tetapi juga dapat membuka lapangan kerja," paparnya.