REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono
Dugaan korupsi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenegakerjaan (BPJS Naker) mirip dengan kasus yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus-Kejakgung) Ali Mukartono menerangkan, dugaan sementara di penyidikan meyakini adanya penyimpangan terkait transaksi investasi saham dan reksadana yang merugikan keuangan negara.
“(Kasus BPJS Naker) hampir sama kayak Jiwasraya. Itu kan terkait investasi juga. Dia punya duit investasi keluar. Uang negara pokoknya,” kata Ali saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Selasa (19/1).
Menurut Ali, penggunaan uang negara yang digunakan tersebut, diduga merugi karena adanya dugaan penyimpangan dan praktik korupsi.
“Ada dugaan yang tidak bener kan? Makanya ke penyidikan,” terang Ali.
Namun Ali menambahkan, tim penyidikan di Jampidsus belum memiliki angka pasti besaran kerugian negara. “Belum. Belum sampai ke situ, nanti kita tunggu BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” terang Ali menambahkan.
Jampidsus, resmi menaikkan status penyelidikan dugaan korupsi di BPJS Naker setelah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Print-02/F.2/Fd.2/01/2021, Senin (18/1). Sprindik tersebut, menjadi acuan bagi Jampidsus untuk melakukan penggeledahan, dan penyitaan data, serta dokumen untuk dijadikan alat-alat bukti.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Leonard Ebenezer, dalam pernyataan resmi menyampaikan, pada Selasa (19/1), dan Rabu (20/1), penyidik sudah mulai melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Pada Selasa (19/1), pemeriksaan dilakukan terhadap 10 orang dari BPJS Naker.
Hari ini, pemeriksaan kembali dilakukan terhadap 10 nama petinggi, maupun pejabat BPJS Naker lainnya. “Pemeriksaan terhadap pihak-pihak dilakukan sebagai saksi-saksi terkait penyidikan dugaan perkara tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Tenaga Kerja,” terang Ebenezer, di Kejagung, Jakarta, Selasa (19/1).