REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Ali Mansur, Nawir Arsyad Akbar
Koalisi Reformasi Sektor Keamanan menyayangkan minimnya evaluasi sektor penegakan hak asasi manusia (HAM) dalam uji kelaiakan dan kepatutan calon tunggal Kapolri, Komisaris Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Padahal, ada sejumlah persoalan yang berpeluang menjadi masalah HAM ke depan.
"Ada sejumlah persoalan yang berpeluang menjadi masalah bagi pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan HAM ke depan," ungkap perwakilan dari Kontras, Fatia Maulidiyanti, lewat pernyataan pers, Jumat (22/1).
Koalisi menjelaskan lebih lanjut sejumlah persoalan yang berpeluang menjadi masalah HAM tersebut. Pertama, terkait pengaktifan pamswakarsa. Koalisi menilai, kebijakan itu berpotensi melanggar HAM karena tidak ada kualifikasi yang jelas mengenai organisasi yang dapat dikukuhkan sebagai Pam Swakarsa.
Selain itu, pengaturan yang jelas mengenai batasan wewenang Polri dalam melakukan pengerahan massa Pam Swakarsa dalam menjalankan sebagian tugas dan fungsi Polri juga tidak ada. Hal ini disebut berpotensi berujung pada peristiwa kekerasan, konflik horizontal, dan penyalahgunaan wewenang.
Kedua, terkait pemberian rasa aman investor. Koalisi memandang, Polri berpotensi menjadi alat kepentingan pemodal dan elite tertentu. Padahal UU No. 2/2002 tentang Kepolisian RI menegaskan, arah institusi Polri adalah alat kepentingan publik dengan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat.
"Polri harus netral dalam dinamika sosial-ekonomi. Keberpihakan pada investor ini telah berujung pada tindakan anggota Polri yang melanggar HAM di sejumlah wilayah," jelas perwakilan dari Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.
Menurut Usman, itu termasuk Surat Telegram Rahasia STR/645/X/PAM.3.2./2020 yang materinya bias kepentingan elite dan pemodal. Lebih lanjut, koalisi juga khawatir kebijakan tersebut akan meningkatkan kriminalisasi atau pemidanaan yang dipaksakan terhadap aktivis lingkungan yang kerap mengkritik dan menolak korporasi yang merusak lingkungan.
Kemudian, yang ketiga, tidak adanya solusi konkret mengenai berbagai permasalahan mendasar di tubuh Polri. Dia menerangkan, permasalahan mendasar itu seperti penyiksaan, extrajudicial killing, penempatan anggota Polri pada jabatan di luar organisasi Polri, kontrol pertanggungjawaban etik, korupsi di tubuh Polri, dan penghalangan bantuan hukum.
"Akuntabilitas atas brutalitas polisi dalam penanganan aksi juga membutuhkan perhatian khusus," jelas Usman.