REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kepolisian menangkap lebih dari 200 orang di Timur Jauh Rusia dan Siberia pada Sabtu (23/1). Mereka menggelar protes untuk menuntut pembebasan tokoh oposisi Alexei Navalny. Protes tersebut telah dilarang oleh pemerintah karena dianggap ilegal.
Navalny menyerukan para pendukungnya agar berunjuk rasa usai dirinya ditangkap pada pekan lalu, sekembalinya ia ke Moskow selepas menjalani perawatan medis di Jerman akibat peracunan pada Agustus 2020.
Sebuah video dari Vladivostok menunjukkan polisi huru-hara tengah mengejar sekelompok pengunjuk rasa di jalanan. Sementara para pendemo di Khabarovsk--yang beraksi di tengah suhu udara minus 14 derajat Celsius--meneriakkan kata-kata "memalukan" dan "bandit".
Polisi di kota Yakutsk, Siberia, yang merupakan salah satu kota terdingin di dunia dengan temperatur minus 52 derajat Celsius pada Sabtu, menangkap seorang pengunjuk rasa dengan meraih tangan dan kakinya dan menyeretnya ke mobil. Demikian ditunjukkan dalam sebuah video.
Sebuah kelompok pengawas isu penegakan hukum di Rusia, OVD-Info, menyebut bahwa terdapat 238 orang, termasuk 56 orang di Novosibirsk, yang ditangkap oleh polisi sejauh ini terkait dengan aksi tersebut.
Sementara di Ibu Kota Moskow, polisi memasang barikade di sekitar Lapangan Pushkinskaya, yang tampak sebagai bentuk upaya menggagalkan aksi demonstrasi yang dijadwalkan mulai pada pukul 14.00 waktu Moskow.
Polisi juga menahan beberapa orang yang berkumpul di lapangan itu sebelumnya unjuk rasa berlangsung, termasuk seorang pengunjuk rasa mandiri.
Kepolisian juga menindak persiapan aksi, mengumpulkan sejumlah sekutu Navalny yang dituduh menyerukan demonstrasi ilegal serta menahan setidaknya dua orang di antaranya, termasuk juru bicara Navalny, selama lebih dari sepekan.
Otoritas juga mengumumkan penyelidikan kriminal terhadap pendukung Navalny atas seruan kepada anak di bawah umur untuk ikut menghadiri unjuk rasa ilegal yang mereka sebut dilakukan di berbagai jaringan media sosial. Kedutaan Besar AS di Moskow merilis lokasi dan waktu unjuk rasa serta meminta agar warga Amerika di sana untuk menjauhi titik-titik itu. Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut tindakan itu sebagai "intervensi kotor" atas urusan dalam negeri Rusia.