REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Para pendukung kritikus Kremlin, Alexei Navalny, siap menggelar demonstrasi di berbagai penjuru negara, Sabtu. Aksi ini telah disebut ilegal oleh kepolisian. Aparat Rusia mengatakan akan membubarkan aksi tersebut.
Demonstrai ini menjadi aksi protes pertama oleh pendukung Navalny sejak dia kembali ke Moskow dengan dramatis dan penangkapan yang langsung dilakukan terhadapnya pekan lalu. Sebelumnya Navalny menjalani pemulihan di Jerman dari keracunan zat perusak saraf di Rusia.
Dia menuduh Presiden Vladimir Putin telah memerintahkan pembunuhannya. Hal tersebut ditolak oleh Kremlin.
Mantan pengacara yang keras kepala itu telah berkampanye melawan Putin meski telah dihadapkan dengan apa yang dia sebut sebagai upaya negara yang tiada henti untuk menghalangi aktivitasnya. Dia kini dapat menghadapi hukuman bertahun-tahun di penjara terkait kasus hukum yang menurutnya direkayasa.
Negara Barat telah meminta Moskow untuk membiarkan Navalny pergi. Hal ini memicu ketegangan baru dalam hubungan Rusia dan AS.
Galang dukungan
Dalam upaya untuk menggalang dukungan, tim Navalny merilis video tentang istana mewah di Laut Hitam yang mereka duga milik Putin, sesuatu yang dibantah Kremlin. Klip itu telah dilihat lebih dari 60 juta kali pada Jumat (22/1) malam.
Polisi telah memenjarakan sejumlah pendukung Navalny jelang aksi. Termasuk diantaranya juru bicara Navalny yang dipenjara masing-masing selama lebih dari seminggu.
Pihak berwenang juga mengumumkan penyelidikan kriminal terhadap pendukung Navalny atas seruan yang mendesak anak di bawah umur untuk menghadiri demonstrasi ilegal.
Sekutu Navalny berharap dapat memanfaatkan apa yang menurut jajak pendapat sebagai frustrasi publik terpendam akibat penurunan gaji selama bertahun-tahun dan kejatuhan ekonomi akibat pandemi.
Tetapi cengkeraman Putin pada kekuasaan tampaknya tidak dapat disangkal. Pria berusia 68 tahun itu secara konsisten mencatat peringkat persetujuan lebih dari 60 persen, berkali-kali lebih tinggi daripada Navalny.