REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Rasulullah Muhammad SAW memegang peran sebagai qadhi secara langsung selama masih hidup.
Banyak fakta di mana Rasulullah SAW menjadi qadhi atau penengah dalam berbagai macam urusan agama dan persoalan kehidupan.
"Waktu yang beliau miliki sehari-hari memang untuk membantu menyelesaikan berbagai masalah hukum yang terjadi di tengah masyarakat Madinah kala itu," kata Ustadz Ahmad Sarwat Lc.MA dalam bukunya 'Kedudukan Qadhi Dalam Hukum Islam'.
Dan yang memposisikan Rasulullah SAW sebagai qadhi bukan sebatas para sahabat, melainkan seluruh penduduk Madinah, termasuk yang non-Muslim pun ikut pula berkonsultasi hukum kepada beliau SAW. Hal ini seperti ditegaskan dalam surat an-Nisa ayat 65:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya."
Ustadz Ahmad mengatakan, meski kelompok Yahudi tidak mengakui kenabian Muhammad SAW, namun mereka mengakui kedudukan Beliau SAW sebagai hakim yang memutuskan perkara di antara mereka. Contohnya ketika ada pasangan laki dan perempuan dari kalangan Yahudi berzina.
"Maka urusannya diselesaikan di hadapan Rasulullah SAW. Dan untuk itu beliau memanggil saksi ahli dari kalangan pemuka agama Yahudi untuk membacakan ayat-ayat yang ada di dalam Taurat, khususnya masalah hukuman yang harus dijatuhkan kepada pasangan zina sesuai dengan ketentuan hukum Taurat yang mereka anut," katanya.