REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang yang mempertanyakan keefektifan perjanjian larangan senjata nuklir, resmi menyatakan niatnya untuk tidak bergabung.
"Sebagai satu-satunya negara yang pernah mengalami serangan bom atom selama masa perang, Jepang memiliki tanggung jawab untuk memimpin upaya komunitas internasional untuk mewujudkan dunia tanpa senjata nuklir," kata Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, pada Jumat (22/1), seperti dikutip oleh Kantor Berita Kyodo.
Suga juga mendesak negara anggota PBB untuk berhati-hati dalam mempertimbangkan perjanjian yang berlaku mulai Jumat (22/1). Setidaknya 50 negara anggota PBB menyelesaikan proses ratifikasi perjanjian PBB yang melarang senjata nuklir.
Jepang, satu-satunya negara yang terkena bom atom pada 1945 di Hiroshima dan Nagasaki, telah mendapatkan dukungan yang kuat untuk pelucutan senjata nuklir. Pengeboman itu telah menewaskan sekitar 214.000 orang, dan meninggalkan dampak seumur hidup di antara para penyintas dalam tujuh dekade terakhir.
"Namun Perjanjian Larangan Senjata Nuklir tidak mendapat dukungan dari negara-negara senjata nuklir maupun banyak negara non-senjata nuklir. Oleh karena itu, Jepang tidak berniat menandatangani perjanjian tersebut," kata PM Jepang.
Meskipun penduduk Jepang menuntut negaranya untuk bergabung dengan perjanjian itu, perlindungan payung nuklir AS ke Jepang dari ancaman asing mencegah Tokyo untuk bergabung dengannya.
"Jepang akan melanjutkan upaya untuk membangun jembatan antara negara senjata nuklir dan negara non-senjata nuklir, termasuk memberitahu dunia tentang konsekuensi mengerikan dari penggunaan senjata nuklir," kata Suga.