REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan aliran dana korupsi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) ke pihak-pihak tertentu di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Pada Rabu (27/1), KPK memeriksa empat orang saksi terkait dugaan aliran dana tersebut.
KPK memeriksa mantan kepala biro keuangan sekretariat negara tahun 2006-2015 Suharsono, manajer penjualan ACS Domestik PT DI periode 2017-2018 Kemal Hidayanto, manajer penagihan PT DI 2016-2018 Achmad Azar, general manager SU ACS PT DI 2017 Teten Irawan, dan manajer penagihan PT DI 2016-2018 Achmad Azar.
"Melalui keterangan para saksi, tim penyidik KPK masih terus mendalami adanya dugaan penerimaan sejumlah dana sebagai kickback dari PT Dirgantara Indonesia kepada pihak-pihak tertentu di Setneg terkait pengadaan pesawat di Setneg," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis (28/1).
Keempat orang saksi itu diperiksa untuk tersangka Budiman Saleh (BS). Lembaga antirasuah itu sebelumnya telah mengendus adanya aliran uang dalam perkara korupsi PT DI ke para pejabat di Kemensetneg.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Budiman Saleh sebagai tersangka pada Kamis (22/10) lalu. KPK itu juga menetapkan tiga tersangka lainnya Direktur Produksi PT DI 2014-2019 Arie Wibowo (AW) Direktur Utama PT Abadi Sentosa Perkasa Didi Laksamana (DL) dan Direktur Utama PT Selaras Bangun Usaha Ferry Santosa Subrata (FSS).
Perbuatan para tersangka mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara pada PT DI sekitar Rp 202,1 miliar ditambah kurang lebih 8,6 juta dolar Amerika Serikat (AS). Sehingga total kerugian negara berkisar Rp 315 miliar dengan asumsi kurs 1 dolar AS adalah Rp 14.600.
Budiman diduga telah menerima aliran dana sekitar Rp 686,1 juta. Lembaga antirasuah ini juga telah melakukan penyitaan aset berupa uang dan properti (tanah dan bangunan) senilai Rp 40 miliar.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.