Kamis 28 Jan 2021 21:58 WIB

Evaluasi Dua Pekan, Dampak PPKM Belum Signifikan

Dari 77 kabupaten/kota terapkan PPKM, 64 kabupaten/kota alami kenaikan kasus aktif.

Warga melintas di kawasan Jalan Gatot Subroto, Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa (26/1/2021). Pemerintah Kota Solo memperpanjang masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai hari ini dengan sejumlah pelonggaran diantaranya menambah jam operasional pusat perbelanjaan, toko ritel kelontong dan pasar tradisional.
Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Warga melintas di kawasan Jalan Gatot Subroto, Kota Solo, Jawa Tengah, Selasa (26/1/2021). Pemerintah Kota Solo memperpanjang masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai hari ini dengan sejumlah pelonggaran diantaranya menambah jam operasional pusat perbelanjaan, toko ritel kelontong dan pasar tradisional.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri, Wahyu Suryana, Haura Hafizhah, Rr Laeny Sulistyawati

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyampaikan hasil evaluasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di 77 kab/kota di 7 provinsi Jawa dan Bali. Secara umum disimpulkan bahwa dampak dari pelaksanaan PPKM belum terlihat secara signifikan. Satgas menyebutkan, perbaikan seluruh indikator penilaian bisa terlihat setidaknya pada awal Februari 2021 nanti.

Baca Juga

"Sehingga secara umum, dengan evaluasi dari indikator ini masih diperlukan waktu untuk melihat dampak pelaksanaan PPKM minimal pada akhir Januari atau awal Februari 2021," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers, Kamis (28/1).

Wiku mengungkapkan, ada lima indikator yang dilihat sebagai tolok ukur pelaksanaan PPKM. Kelimanya adalah penurunan kasus aktif, penurunan tren kematian, peningkatan tren kesembuhan, penurunan angka keterisian tempat tidur RS (BOR/bed occupancy ratio), dan peningkatan tren kepatuhan protokol kesehatan.

Dilihat dari indikator tren kasus aktif, Satgas mencatat bahwa dari 77 kabupaten/kota yang menjalankan PPKM, sebanyak 64 kabupaten/kota di antaranya mengalami peningkatan kasus aktif. Peningkatan terutama terjadi di Banten, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Bali. Tentu ini menjadi sinyal perburukan.

Sementara dari aspek tren kasus kematian, ada 54 kabupaten/kota yang mengalami penurunan angka kematian. Untuk aspek kasus kesembuhan, tercatat ada 21 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan angka kesembuhan.

"In berbanding lurus dengan peningkatan persen kasus aktif. Secara umum tren angka kesembuhan menurun," kata Wiku.

Sedangkan jika dilihat dari aspek angka BOR, tercatat ada 47 kabupaten/kota di Jawa-bali yang mengalami penurunan BOR. Secara umum, kabupaten/kota yang melaksanakan PPKM di Banten, DKI, Jateng, dan Jatim mengalami penurunan persentase BOR pada masa PPKM.

"Namun angkanya masih perlu ditekan agar bisa lebih rendah dari 70 persen," ujar Wiku lagi.

Sedangkan terkait kepatuhan protokol kesehatan di 77 daerah pelaksana PPKM, Wiku menyebutkan ada peningkatan persentase jumlah orang yang ditegur lantaran abai menjalankan protokol kesehatan. Tentu hal ini menunjukkan masih lemahnya kesadaran masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.

Wiku menyampaikan, pemerintah saat ini fokus untuk menurunkan angka kasus aktif atau jumlah orang yang masih dalam perawatan karena Covid-19. Berdasarkan data Satgas per 24 Januari, terdapat sebanyak 162.617 atau 16,44 persen kasus aktif Covid-19 di Indonesia.

Wiku menilai, angka persentase kasus aktif tersebut dapat menjadi ancaman. Sebab jika penularan virus tidak dikendalikan dengan baik, maka akan semakin banyak penduduk yang tertular.

“Kita harus benar-benar menganggap serius penanganan kasus aktif agar angka kesembuhan kasus Covid-19 dapat meningkat dan menurunkan angka kematian,” jelas Wiku saat konferensi pers, Kamis (28/1).

Wiku mengatakan, para pasien yang masih dalam perawatan pun harus mendapatkan penanganan maksimal sehingga dapat segera sembuh. Ia menyebut, jumlah tempat tidur baik isolasi dan ICU di rumah sakit rujukan Covid-19 tercatat sekitar 81 ribu atau hanya setengah dari jumlah kasus yang ada saat ini.  

Kondisi terbatasnya tempat tidur di fasilitas kesehatan ini juga ditambah dengan terbatasnya tenaga kesehatan. Sehingga pelayanan perawatan kepada para pasien pun menjadi tak maksimal.

Untuk mengatasi kondisi tersebut, pemerintah telah menambah kapasitas tempat tidur dan juga tenaga kesehatan. Meskipun begitu, jika angka kasus positif terus bertambah, maka fasilitas kesehatan yang ada tetap tak akan mampu menampung para pasien.

Wiku pun menegaskan, satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini yakni dengan menekan angka penularan di masyarakat. Masyarakat harus terus mematuhi disiplin protokol kesehatan dengan ketat.

“Protokol kesehatan tidak hanya menyelamatkan nyawa namun dapat membantu kita untuk bisa beraktivitas produktif dan aman di tengah pandemi,” kata dia.

 

photo
Ruam kulit tanda gejala Covid-19 (ilustrasi) - (republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement