Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengungkapkan pihaknya akan mengeksplorasi semua inisiatif untuk memfasilitasi "proses perdamaian sejati" berdasarkan solusi dua negara Israel-Palestina.
Meski tidak menyebut nama Donald Trump secara gamblang, Guterres mengatakan, "kami benar-benar terkunci dalam situasi di mana tidak ada kemajuan yang terlihat."
Guterres juga tidak menyinggung pengumuman oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden pada hari Selasa (26/01), yang akan memulihkan hubungan dengan Palestina dan memperbarui bantuan untuk pengungsi Palestina. Pemerintahan Biden sebut hal ini merupakan elemen kunci dari dukungan barunya untuk solusi dua negara.
Meski begitu, Sekjen PBB itu menjelaskan bahwa pendekatan Biden yang lebih adil telah membuka peluang terjadinya pertemuan antara beberapa pihak yang dijuluki sebagai Kuartet Mediator Timur Tengah - AS, PBB, Uni Eropa, dan Rusia, yang sebelumnya kerap terhambat.
"Kami telah mencoba sejak lama untuk membuat Kuartet bertemu, tetapi kami tidak pernah mendapat persetujuan dari semua anggota untuk itu," kata Guterres dalam konferensi pers.
"Dan kami telah mencoba memasukkan formula lain - seperti memperbesar Kuartet dengan beberapa pemain penting lainnya di wilayah ini, yang sebelumnya belum memungkinkan untuk dilakukan", tambahnya.
"Saya pikir sekarang hal ini menjadi mungkin," kata Guterres seraya menekankan bahwa proses perdamaian hanya bisa berhasil jika didasarkan pada solusi dua negara,dan "semua perjanjian internasional yang sudah ada".
Berharap pemilu membawa dampak positif
Guterres berharap pemilu "di negara Palestina" dan pemilu di Israel "juga akan berkontribusi untuk menciptakan lingkungan yang positif bagi masa depan proses perdamaian dan hak-hak rakyat Palestina, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri, hak atas kemerdekaan, dan hak untuk dihormati sepenuhnya."
Palestina telah menjadwalkan pemilihan legislatif pada 22 Mei 2021 dan pemilihan presiden pada 31 Juli 2021, sedangkan Israel akan mengadakan pemilihan legislatif pada 23 Maret mendatang.
Selama lebih dari tiga dekade, Palestina berupaya mencari kedaulatan di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur, wilayah yang direbut Israel dalam perang tahun 1967. Israel menarik diri dari Gaza pada 2005 tetapi memberlakukan blokade ketika kelompok militan Palestina Hamas merebut kekuasaan dari pasukan Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada 2007.
Belum ada pembicaraan damai yang substantif antara Israel dan Palestina sejak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pertama kali terpilih lebih dari satu dekade lalu, dan kedua belah pihak sangat terpecah belah terkait isu-isu inti dari konflik tersebut.
Upaya untuk mengakhiri konflik
Pada pertemuan Dewan Keamanan hari Selasa (26/01), Menteri Luar Negeri Palestina Riad Malki menyerukan kebangkitan Kuartet dan mengulangi seruan Presiden Abbas untuk konferensi perdamaian internasional "yang dapat menandakan titik balik dalam konflik ini."
Malki juga mengungkapkan harapan bahwa "AS akan memainkan peran penting dalam upaya multilateral perdamaian di Timur Tengah."
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan Moskow yakin bahwa Kuartet, yang bekerja erat dengan kedua belah pihak dan negara-negara Arab, "dapat memainkan peran yang sangat, sangat efektif."
Untuk mendukung seruan Abbas untuk konferensi internasional, Lavrov mengusulkan diadakannya pertemuan level menteri pada musim semi atau musim panas ini yang akan dihadiri oleh Kuartet Mediator, Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab dan Bahrain serta Arab Saudi. Tujuannya untuk menganalisis situasi saat ini dan membantu "mengadakan sebuah dialog" antara Israel dan Palestina.
Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan mengatakan negaranya tetap bersedia untuk berdamai, "jika ada mitra yang menunjukkan kemauan serupa". Tetapi dia menuduh Abbas menghasut kekerasan. Dia mengatakan Abbas harus datang ke meja perundingan "tanpa membuat tuntutan yang keterlaluan dan tidak menyerukan konferensi internasional yang tidak berarti lagi."
Sebelumnya Pemerintahan Presiden Donald Trump memberikan dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada Israel, dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv, memangkas bantuan keuangan untuk Palestina, dan membalikkan arah ketidakabsahan pendudukan Israel di tanah yang diklaim Palestina.
ha/gtp (AP)