REPUBLIKA.CO.ID, -- Oleh: Moh As'adi,Jurnalis Republika.
Malam ini, mendadak saya dapat telpon melalui wa, Saya tak kenal nomernya tapi tetap saya angkat. Setelah menyapa , ia baru mengaku teman saya di dunia maya, yang tinggal di Batam.
-"Mas As'adi asli Parakan Temanggung kan?"
-"Iya mas, apa kenal Pak Zaim Saidi, Pendiri Pasar Muamalah Depok ?-
-"Oh….tidak hanya kenal mas…karena dia adik kandung saya apa mas kenal?"
-"0h saya beruntung kenal mas As'adi, ternyata kakaknya Pak Zaim, ndak nyangka saya , saya memang tidak kenal, saya banyak membaca tulisannya di berbagai Koran nasional,Pak Zaim itu luar biasa , kalau tidak salah tafsir dari pemikirannya, beliau adalah seorang muslim yang ingin hidup dengan menjalankan syariat secara kaffah (utuh). Tidak hanya sebatas pada peribadatan tetapi juga masalah keseharian.
Saya dengar beliau juga banyak menulis buku tentang ekonomi syariah. Tapi kok tiba-tiba ada ‘kompor’ yang menjerumuskan beliau ke urusan hukum Bahkan langsung dijadikan tersangka oleh Mabes Polri dalam kasus pendirian pasar Muamalah ? Bukankah beliau tidak tipu-tipu ? Bukankah beliau tidak memiliki cacat sedikitpun dalam kehidupan berbangsa ? Bukankah beliau sangat jauh lebih baik dari Abu Janda ? Sedih…-
-"Saya tidak tahu mas….yang saya tahu penangkapan adik saya itu sekarang jadi kontroversi pakar hukum, bahkan PBNU pun ikut bicara dan yang saya tahu Zaim berpegang teguh pada kebenaran yaitu hidup menjalankan syariaat yang kaffah, tidak lebih dari itu dan saya pikir apa yang dilakukan adik saya itu sesuai keinginan muslim seluruh dunia."
Usai obrolan itu saya jadi ingat ayah. Di masa tuanya, setelah ditinggal ibu ayah sering ngobrol dengan saya, dan ia selalu menyinggung keinginannya.
Kata ayah:"Dari empat belas anak yang masih hidup ini, saya bermimpi ada yang jadi seperti Imam Ghazali,atau seorang sastrawan seperti Jalaluddin Rumi. Dan saya ingin anak-anak menjadi orang-orang yang bermanfaat bagi orang lain. Karena itulah sebaik-baik manusia."
Penangkapan Zaim yang sampai malam ini masih menjadi kontroversi baik di kalangan pakar hukum maupun kalangan pelaku enonomi syariah, serta membanjirnya dukungan terhadap Zaim, benar-benar mengingatkan saya pada keinginan ayah yang dikatakan tidak hanya satu kali. Barangkali, ya barangkali Zaimlah yang terpilih menjadi sosok yang diimpikan ayah.
Ia masih kecil, apalagi dibandingkan dengan Imam Ghazali, tetapi setidaknya adik saya ini telah menunjukkan bakatnya, tidak saja sebagai seorang penulis dan pemikir, tetapi juga memiliki komitmen menjalankan kebenaran sebagai seorang muslim.
Selain melahiran banyak pemikiran tentang ekonomi syariah, Zaim sedikitnya telah menulis 15 judul buku diantaranya ‘Secangkir Kopi Max Havelaar-, Balada Kodok Rebus, serta beberapa buku tentang Riba, Dinar dan Dirham. Dan tentu buku yang menjadi best seller bertajuk Tidak Syar’i-nya Bank Syariah.