REPUBLIKA.CO.ID, MUMBAI -- Perdana Menteri India Narendra Modi meminta petani untuk mengakhiri unjuk rasa yang telah berlangsung selama dua bulan. Ia memastikan mekanisme batas harga minimum produk pertanian dipertahankan dalam reformasi pertanian.
Petani India menuntut tiga undang-undang pertanian yang baru yang menurut mereka hanya merugikan petani dan menguntungkan perusahaan besar. Aturan juga dinilai mengizinkan pemerintah untuk berhenti membeli produk pertanian dengan mekanisme batas harga minimum (minimum support price (MSP).
"MSP masih ada, MSP masih, MSP masih tetap ada di masa depan," kata Modi anggota parlemen, Senin (8/2).
Pekan lalu Amerika Serikat (AS) mendesak Pemerintah India untuk mengatasi perbedaan dengan para petani yang berunjuk rasa melalui dialog. Washington mengatakan unjuk rasa damai dan akses internet yang tak dibatasi 'ciri khas demokrasi yang berkembang'.
Puluhan ribu petani berkemah di pinggir ibukota New Delhi selama berbulan-bulan. Unjuk rasa yang dimulai sejak bulan November tahun lalu itu menjadi tantangan terbesar Modi. Ia selalu mengatakan undang-undang pertanian yang baru diperlukan untuk memodernisasi pertanian India.
Pada Hari Nasional India 26 Januari lalu unjuk rasa yang biasanya damai berubah menjadi kerusuhan. Sekelompok petani yang mengikuti parade traktor keluar jalur yang sudah ditentukan sebelumnya dan menerobos masuk Benteng Merah, situs budaya India.
Peristiwa itu mengakibatkan ratusan polisi terluka dan seorang pengunjuk rasa tewas. Kabarnya puluhan petani terluka dalam insiden itu tapi polisi tidak mengungkapkan berapa jumlah pastinya. Pemimpin petani mengecam keras aksi kekerasan tapi mengatakan tidak akan menghentikan unjuk rasa.
Sejak itu pihak berwenang memperketat keamanan di lokasi unjuk rasa. Mereka menambah kawat dan barikade besi untuk mencegah petani masuk ke ibukota New Delhi. Pemerintah India juga membatasi akses internet di lokasi demonstrasi.