REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menilai, revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu penting dan relevan untuk dilakukan. Hal itu sebagai upaya memperkuat kualitas demokrasi bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
"Saya menyerap aspirasi sebanyak-banyak dari masyarakat dalam rangka menyempurnakan sistem demokrasi dan politik di Indonesia. Pembahasan RUU Pemilu relevan dan penting untuk dilakukan," kata Azis di Jakarta, Selasa (9/2).
Dia menjelaskan, argumen urgensi revisi UU Pemilu, yaitu menyebabkan kondisi kompleksitas penyelenggaraan pemilu lima kotak. Nantinya saat pencoblosan terdiri kotak pemilihan presiden, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Kedua, pengaruh terhadap tingginya surat suara tidak sah atau invalid votes dan surat suara terbuang atau wasted votes. Ketiga, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVII/2019 tentang rekonstruksi keserentakan pemilu.
MK dalam putusan bernomor 55/PUU-XVII/2019 menyebutkan, enam varian model pemilu serentak untuk digagas oleh pengubah UU sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Keenam varian tersebut, yaitu pertama, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan presiden.
Kedua, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden, gubernur, bupati, dan wali kota. Ketiga, pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota, presiden, gubernur, bupati, dan wali kota.
Keempat, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden, dan beberapa waktu setelahnya pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota, gubernur, bupati, dan wali kota.
Kelima, pemilu serentak nasional untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden, dan beberapa waktu setelahnya pemilu serentak provinsi untuk memilih DPRD provinsi dan gubernur, dan beberapa waktu setelahnya pemilu serentak kabupaten/kota untuk memilih anggota DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota.
Keenam, pilihan-pilihan keserentakan lain sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden.
Azis menjelaskan, alasan keempat urgensi revisi UU Pemilu terkait desain kelembagaan penyelenggara pemilu yang cenderung belum berimbang dalam membangun posisi dan relasi antara KPU, Bawaslu, dan DKPP. "Kelima, kebutuhan penyelarasan pengaturan dengan berbagai putusan MK terkait UU Pemilu seperti hak pilih, mantan terpidana, dan lain-lain," ujar politikus Partai Golkar itu.
Alasan keenam, penyelesaian permasalahan keadilan pemilu dengan terlalu banyak ruang saluran atau many room to justice. Sehingga sulit mencapai keadilan dan kepastian hukum. Selain itu Azis mengakui adanya kecenderungan sejumlah partai politik ingin menunda merevisi terhadap RUU Pemilu karena Pilkada dan Pemilu diselenggarakan bersamaan di tahun 2024.
Azis menambahkan, revisi terhadap UU Pemilu bukan bertujuan untuk menggugurkan amanat UU Pilkada 2016 yang melahirkan ketentuan terjadinya penyelenggaraan pemilu secara serentak pada 2024 bersamaan dengan pilkada dan pilpres.
"Justru sebaliknya, revisi UU Pemilu dibutuhkan untuk mencari solusi atas sejumlah kekhawatiran bila pilkada dan pemilu diselenggarakan serentak, seperti kesiapan anggaran, kesiapan penyelenggara, kesiapan pemilih, serta keadilan dan kepastian hukum. Itu semua terkait dengan kualitas pemilu dan legitimasi," kata Azis.