REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta Jhonny Simanjuntak menilai tidak boleh ada diskriminatif dalam pemberian vaksin Covid-19. Hal itu ia sampaikan untuk menanggapi terkait kasus dugaan seorang pemilik apotek bernama Helena Lim yang menerima vaksin di salah satu puskesmas di Jakarta Barat.
Jhonny mengaskan, saat ini penerima vaksin diprioritaskan kepada para tenaga kesehatan. Sedangkan Helena Lim yang diduga merupakan seorang pemilik apotek dan bukan seorang apoteker, sehingga tidak termasuk dalam kategori tenaga kesehatan.
"Tidak boleh ada diskriminatif. Pemprov harus tegaslah, karena memang kan sekarang prioritasnya vaksin itu kan masih ke tenaga kesehatan dan pejabat-pejabat yang berurusan dengan publik. Kaitan dengan Helena Lim ini kan ya kalau misal dia pemilik apotek bukan dia petugas di apotek kan," kata Jhonny saat dihubungi, Selasa (9/2).
Menurut Jhonny, meski Helena Lim terbukti sebagai pemilik apotek, tetapi tidak berarti dia dapat memperoleh perlakuan khusus untuk menerima vaksin lebih dahulu. Sebab, jelas dia, hal itu justru akan menimbulkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat.
"Jangan kita berikan privilage ya. Karena apa? Tujuan pemerintah mengatur agar bertahap kan terbatas ini vaksinnya, akhirnya dicari pihak mana yang paling prioritas, yang dianggap paling penting," ujarnya.
Politikus PDIP ini pun mendorong Pemprov DKI untuk menyelidiki dan bertindak tegas terkait kasus Helena Lim ini. Dia pun turut menyalahkan pihak puskesmas yang memberikan vaksin tersebut kepada Helena Lim.
"Saya lebih menyalahkan puskesmasnya ini. Ketika puskesamas melakukan ini, ya pemprov harus tegas menindak. Harus diinvestigasi, jangan lakukan pembelaan," tegas dia.