REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, para ulama akan mendapat prioritas untuk divaksinasi Covid-19. Ulama digolongkan dalam kelompok petugas pelayanan publik yang akan menerima vaksinasi Covid-19 mulai Maret 2021.
"Yang kami definisikan sebagai petugas pelayanan publik yang terdiri atas aparatur sipil negara (ASN), TNI/polri, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga pemimpin organisasi Islam. Jadi, ulama masuk dalam kelompok petugas pelayanan publik," kata juru bicara vaksinasi Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, Selasa (9/2).
Kemenkes mencatat total petugas pelayanan publik di Indonesia sekitar 17,4 juta. Vaksinasi kelompok ini dijadwalkan dimulai Maret hingga April 2021, bersamaan dengan kelompok masyarakat lanjut usia (lansia) yang jumlahnya sekitar 21,5 juta. Kemudian, masyarakat lainnya baru bisa divaksin pada Mei 2021.
"Penyuntikan vaksin Covid-19 bisa di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) atau pos vaksin. Tetapi, untuk lansia harus dilakukan di fasyankes rumah sakit dan puskesmas," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes tersebut.
Nadia menambahkan, peta jalan Kemenkes telah menargetkan, vaksinasi ini bisa selesai dalam kurun waktu hingga 15 bulan terhitung sejak vaksinasi pertama dilakukan Januari lalu. Namun, kata dia, tantangannya adalah bagaimana mendapatkan vaksinasi Covid-19 ini dalam jangka waktu setahun.
"Indonesia kan baru mengamankan sekitar 300 juta dosis vaksin, sementara kebutuhan vaksin sebanyak 426 juta dosis," ujar dia.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengaku belum menyiapkan daftar ulama yang akan mendapatkan vaksin Covid-19. Sejauh ini, Muhammadiyah mengaku belum ada komunikasi dari pihak Kemenkes ataupun Satgas Penanganan Covid-19.
"Saya tidak tahu kalau dinas kesehatan provinsi telah menghubungi tingkat wilayah. Tetapi, dari wilayah belum ada yang konfirmasi ke pimpinan pusat, termasuk MCCC," kata Wakil Ketua Bidang Jaringan Persyarikatan Muhammadiyah Covid- 19 Command Center (MCCC) Arif Jamali Muis.
Belum adanya komunikasi ini membuat pihaknya belum membuat daftar ulama Muhammadiyah yang siap divaksin. PP Muhammadiyah, kata Arif, memilih menunggu koordinasi dan komunikasi dengan Satgas atau Kemenkes mengenai vaksinasi tokoh agama atau ulama PP Muhammadiyah.
"Muhammadiyah bisa menyiapkan data-data tersebut kemudian divaksin. Jadi, Muhammadiyah dalam posisi menunggu pemerintah, baik Satgas atau Kemenkes untuk penyiapannya," ujar dia.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga belum mengetahui daftar ulama organisasinya yang dijadwalkan mendapatkan vaksin Covid- 19. Sebab, daftar ulama NU yang menjadi prioritas vaksin dibuat di tingkat wilayah.
"Yang dapat vaksinnya adalah pihak daerah atau wilayah, mereka belum lapor ke pusat daftarnya karena prosesnya kanmasih berjalan," kata Ketua PBNU Marsudi Syuhud.
Namun, ia mengaku mendapat laporan, jajaran PBNU di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Kalimantan dalam waktu sepekan terakhir ini telah mengagendakan vaksin untuk para kiai. Artinya, kata dia, setiap daerah membuat agenda daftar siapa saja ulama yang divaksin.
Marsudi mengaku, ada ulama yang sudah divaksin karena bersentuhan dengan umat. Sebab, vaksin telah dikirim, baik di tingkat kabupaten maupun di wilayah. "Pimpinan daerah dan pimpinan wilayah itu mengetahui siapa yang harus didahulukan. Saya ucapkan terima kasih untuk itu," ujar dia.
Pihaknya mencatat, pesantren milik NU tercatat sebanyak 26.664. Jika dalam satu pesantren ada lima ulama, artinya tinggal dikalikan dengan 26.664 yang artinya sudah 100 ribu lebih ulama. "Saya atas nama PBNU minta kiai diprioritaskan karena mengurus orang sejak lahir sampai mati," kata Marsudi.
NU dan Muhammadiyah mendukung penuh program vaksinasi Covid-19 secara nasional. Muhammadiyah dan NU juga meminta masyarakat walau sudah divaksin supaya tetap menjalankan protokol kesehatan. Sebab, seseorang yang sudah divaksin tidak berarti menjamin dia bebas dari kemungkinan terinfeksi Covid-19. (rr laeny sulistyawati, ed:mas alamil huda)