REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Seorang pemimpin masyarakat suku Maori Selandia Baru ditolak berbicara di parlemen karena tidak memakai dasi. Ia mengatakan pemaksaan kode berbusana Barat di parlemen telah melanggar haknya dan upaya menekan budaya masyarakat pribumi.
Selasa (9/2) kemarin Ketua Parlemen Selandia Baru Trevor Mallard dua kali mencegah Rawiri Waititi untuk mengajukan pertanyaan dalam sidang. Trevor mengatakan anggota parlemen hanya dapat mengajukan pertanyaan bila ia memakai dasi.
Ketika Waititi melanjutkan pertanyaannya setelah dua kali dihentikan, Mallard memintanya meninggalkan ruangan.
"Ini bukan tentang dasi, ini tentang identitas budaya, kawan," kata Waititi sambil keluar dari ruang sidang.
Susunan anggota parlemen Selandia Baru tahun ini menjadi yang paling inklusif dalam sejarah Negeri Kiwi. Hampir setengah dari 120 kursi diduduki perempuan. Sekitar 11 persen diantaranya wakil dari masyarakat LGBTQI dan 12 persen wakil masyarakat Maori.
Usai pemilihan parlemen bulan Oktober tahun lalu untuk pertama kalinya parlemen Selandia Baru memiliki anggota parlemen asal Afrika dan Sri Lanka. Waititi menyebut dasi adalah 'simpul kolonial'.
Ia mengatakan tahun lalu ia diberitahu akan diusir dari parlemen bila tidak memakai dasi. Selasa kemarin, ia memakai taonga, sebuah aksesori masyarakat Maori.