REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengakui Uni Eropa terlambat menyetujui penggunaan vaksin Covid-19 dan terlalu optimistis mengenai produksinya. Hal itu disampaikan saat dia menghadapi kritik yang meningkat atas upaya vaksinasi di Benua Biru.
“Ini adalah fakta bahwa kita hari ini tidak berada di tempat yang kita inginkan dalam perang melawan virus. Kita terlambat dengan persetujuan. Kita terlalu optimistis dengan produksi massal. Dan mungkin kami juga terlalu yakin bahwa pesanan benar-benar akan sampai tepat waktu," kata von der Leyen saat berbicara di hadapan anggota Parlemen Eropa pada Rabu (10/2), dikutip laman Aljazirah.
Dia mengungkapkan 26 juta dosis vaksin telah diberikan. Pada akhir musim panas, 70 persen orang dewasa di semua negara anggota Uni Eropa seharusnya sudah divaksinasi. Sejauh ini Uni Eropa telah menyetujui penggunaan tiga vaksin, yakni BioNTech/Pfizer, Moderna, dan Oxford-AstraZeneca. Namun peluncurannya terhambat penundaan pengiriman, kemacetan produksi, dan kesalahan politik.
Von der Leyen juga mengakui kesalahan yang dibuat dalam perselisihan sengit bulan lalu terkait vaksin antara Uni Eropa dan Inggris. Perhimpunan Benua Biru bermaksud menggunakan langkah-langkah darurat Brexit untuk membatasi pengiriman vaksin Covid-19 dari melintasi perbatasan Irlandia ke Inggris.
Namun, rencana tersebut akhirnya dihentikan setelah adanya gelombang kejutan melalui Irlandia Utara, London, dan Dublin. “Saya sangat menyesali itu,” katanya, seraya menambahkan bahwa Komisi Eropa akan melakukan yang terbaik untuk melindungi perdamaian di Irlandia Utara.