REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kedutaan Besar Cina di Amerika Serikat (AS) menilai, AS merusak kerja sama multilateral dan Organisasi Kesehatan Dunia dalam beberapa tahun terakhir. Washington diminta untuk tidak menyalahkan Beijing dan negara lainnya yang mendukung WHO selama pandemi Covid-19.
Juru bicara kedutaan melontarkan itu Sabtu (13/2) waktu setempat menanggapi pernyataan dari penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan. Cina sebenarnya menyambut baik keputusan AS untuk terlibat kembali dengan WHO. Namun Gedung Putih dinilai harusnya berpegang pada standar tertinggi daripada membidik negara lain.
Sullivan meminta Cina untuk menyediakan data dari hari-hari paling awal wabah Covid-19. Desakan ini dengan alasan keprihatinan mendalam cara komunikasi temuan penyelidikan WHO terhadap asal-usul Covid-19.
"Melibatkan kembali WHO juga berarti mempertahankannya pada standar tertinggi. Kami memiliki keprihatinan yang mendalam tentang cara temuan awal investigasi Covid-19 dikomunikasikan dan pertanyaan tentang proses yang digunakan untuk menjangkau mereka," kata Sullivan.
Menurut salah satu penyelidik tim, Cina menolak memberikan data mentah tentang kasus awal Covid-19 kepada tim yang dipimpin WHO yang menyelidiki asal-usul pandemi. Kondisi ini berpotensi mempersulit upaya untuk memahami bagaimana wabah itu dimulai.
Ahli penyakit dan anggota tim WHO, Dominic Dwyer, menceritakan tim telah meminta data pasien mentah pada 174 kasus yang telah diidentifikasi Cina dari fase awal wabah di kota Wuhan pada Desember 2019, serta kasus-kasus lain. Hanya saja, data yang diberikan hanya ringkasan. "Laporan ini harus independen, dengan temuan ahli yang bebas dari intervensi atau perubahan oleh pemerintah Cina," kata Sullivan.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, sehari sebelumnya mengatakan, semua hipotesis masih terbuka tentang asal-usul Covid-19. Pernyataan ini muncul setelah Washington mengatakan ingin meninjau data dari misi yang dipimpin WHO ke Beijing, tempat virus pertama kali muncul.