REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Kimia Farma (Persero) Verdi Budidarmo mengatakan Kimia Farma sudah membangun fasilitas produksi Bahan Baku Obat (BBO) yang sudah memilki sertifikasi Cara Pembuatan Bahan Baku Obat yang Baik dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Fasilitas produksi ini berlokasi di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
"Pengembangan Bahan Baku Obat dilakukan sesuai dengan prioritas kebutuhan nasional di mana sampai 2020 telah berhasil memproduksi dan 9 item BBO pada 2020," ujar Verdi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (16/2).
Selain sertifikasi dari Badan POM, lanjut Verdi, Kimia Farma juga mengurus sertifikasi Halal atas produk BBO dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengantisipasi implementasi UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
"Kita harapkan akan menurunkan impor BBO hingga sekitar 23 persen pada 2024 dengan terus melakukan pengembangan BBO lainnya," ucap Verdi.
Verdi mengatakan pengembangan BBO merupakan upaya mewujudkan kemandirian dan meningkatkan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri. Verdi menilai hal ini selaras dengan arahan Presiden Joko Widodo yang telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, antara lain fokus pada pengembangan ke arah Biopharmaceutical, Vaksin, Natural dan Active Pharmaceutical Ingredients (API) Kimia.
"Pemerintah juga telah membentuk holding BUMN farmasi pada awal 2020 dengan menetapkan Bio Farma sebagai induk holding serta Kimia Farma dan Indofarma menjadi anak usaha holding," lanjut Verdi.
Menurut Verdi, pembentukan holding BUMN farmasi bertujuan menguatkan kemandirian industri farmasi melalui fokus area pengembangan bahan baku obat sesuai sumber daya masing-masing, meningkatkan ketersediaan produk, dan menciptakan inovasi bersama untuk penyediaan produk farmasi di samping untuk menurunkan impor bahan baku farmasi.
"Sinergi dari tiga BUMN yang tergabung dalam holding BUMN garmasi ini diharapkan dapat menurunkan impor bahan baku farmasi atau Active Pharmaceutical Ingredients (API) yang saat ini lebih dari 90 persen sampai 95 persen bahan baku obat masih diimpor dari luar negeri," ungkap Verdi.
Dalam pengembangan BBO, ucap Verdi, Kimia Farma menjalin kerja sama dengan perusahaan Korea Selatan, Sung Wun Pharmacopia Co Ltd, yang memiliki kapabiltas riset pengembangan BBO serta memberikan kesempatan bagi para SDM untuk memperoleh transfer pengetahuan dan transfer teknologi dalam pengembangan dan produksi BBO.
Dalam mewujudkan kemandirian khususnya kemandirian BBO dalam negeri, kata Verdi, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi mengingat industri BBO di Indonesia bisa terbilang baru dan masih belum banyak industri yang mengembangkan industri BBO.
Beberapa tantangan yang harus dihadapi industri BBO di Indonesia antara lain dari aspek economic of scale, teknologi, SDM dan juga dari sisi regulasi.
"Untuk pengembangan industri BBO diperlukan dukungan dari seluruh pihak untuk menyelesaikan tantangan, mengurangi ketergantungan impor, khususnya impor BBO farmasi dan penguatan industri farmasi dalam negeri," kata Verdi menambahkan.