Kamis 18 Feb 2021 17:31 WIB

Komisi III Dukung Kapolri Bentuk Pedoman Penafsiran UU ITE

Pedoman terutama pada pasal karet seperti Pasal 27 ayat (3) dan 28 ayat (2).

Rep: Nawir Arsyad Akbar / Red: Ratna Puspita
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PAN, Pangeran Khairul Saleh.
Foto: istimewa/doc humas
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PAN, Pangeran Khairul Saleh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh mendukung langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membuat pedoman penanganan laporan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pedoman terutama untuk menafsirkan pasal-pasal yang dinilai karet, seperti Pasal 27 ayat (3) dan 28 ayat (2).

"Kriteria harus dibuat dengan rinci dan jelas sehingga jelas apa yang dilanggar, terutama pasal-pasal yang menyangkut pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, dan sejenisnya," ujar Pangeran lewat keterangan tertulisnya, Kamis (18/2).

Baca Juga

Ia mengatakan, dua pasal tersebut bersifat multitafsir sehingga sering disalahgunakan pihak tertentu, terutama pada orang-orang yang kritis dan memiliki pendapat yang berbeda. "Hal ini sangat berbahaya karena bisa melemahkan seseorang untuk berpendapat yang konstruktif," ujar Pangeran.

Ia juga mendukung revisi UU ITE yang diwacanakan Presiden Joko Widodo agar ke depan tak ada lagi kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang mengkritik dan memiliki perbedaan pendapat. "Tidak ada lagi kriminalisasi atau dengan mudahnya seseorang dituduh melanggar UU ITE tanpa adanya kejelasan pasal yang dilanggar," ujar Pangeran.

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit menegaskan, polisi bakal lebih selektif dalam penerapan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE. Langkah tersebut dilakukan untuk menghindari adanya upaya saling lapor menggunkan pasal-pasal yang dianggap karet dalam UU tersebut serta anggapan kriminalisasi menggunakan UU ITE.

Mantan kabareskrim itu mengatakan, polisi akan lebih mengedepan edukasi, persuasi dengan langkah-langkah yang bersifat restorative justice. Dengan begitu, kata Sigit, penggunaan ruang siber dan digital bisa berjalan dengan baik.

Namun, ia mengingatkan warganet dalam bermedia sosial harus tetap mematuhi aturan serta etika yang berlaku. "ITE juga menjadi catatan untuk kedepan betul-betul kita bisa laksanakan penegakan hukum secara selektif dengan mengedepankan edukasi, mengedepankan sifat persuasi dan kemudian kita upayakan untuk langkah-langkah yang bersifat restorative justice," kata Listyo Sigit.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَا لِلّٰهِ الدِّيْنُ الْخَالِصُ ۗوَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖٓ اَوْلِيَاۤءَۘ مَا نَعْبُدُهُمْ اِلَّا لِيُقَرِّبُوْنَآ اِلَى اللّٰهِ زُلْفٰىۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِيْ مَا هُمْ فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ ەۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ كٰذِبٌ كَفَّارٌ
Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), “Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang sangat ingkar.

(QS. Az-Zumar ayat 3)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement