REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak nota pembelaan atau pledoi Brigadir Jenderal (Brigjen) Prasetijo Utomo. Dalam replik-nya, penuntut umum menilai Prasetijo telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP (penyertaan).
"Kami Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini berkesimpulan bahwa nota pembelaan Terdakwa dan penasihat hukum tidak didukung argumentasi ataupun alasan yang kuat," ujar Jaksa Zulkipli saat membacakan replik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/2).
Berdasarkan fakta persidangan, Prasetijo dinilai telah terbukti menerima uang 100 ribu dollar AS dari Terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Joko Soegiaryo Tjandra alias Djoko Tjandra.
Selain itu, Prasetijo terbukti melakukan tindak pidana secara bersama-bersama dengan mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, untuk mengurus penghapusan DPO a.n. Joko Soegiarto Tjandra di Imigrasi. Kualifikasi peran dan perbuatan Prasetijo pun merupakan pelaku yang turut serta dengan Irjen Napoleon Bonaparte.
"Dalam peristiwa pidana yang menerima pemberian atau janji dalam konteks tindak pidana penyertaan yang dilakukan Terdakwa dalam mewujudkan adanya delik atau tindak pidana korupsi berupa sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima uang dari Joko Soegiarto Tjandra untuk menghapus status DPO di Imigrasi," ujar Jaksa.
Dalam repliknya, Jaksa juga meminta majelis hakim menolak permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukan oleh Prasetijo. Sebelumnya, Mantan Kabiro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Polri itu dituntut 2 tahun 6 bulan penjara denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Prasetijo diyakini menerima suap melalui perantara pengusaha Tommy Sumardi guna membantu proses penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Prasetijo diduga menerima uang 150 ribu dollar AS sebagai imbalan lantaran sudah membantu mengurus status buron atau red notice Djoko Tjandra. Atas perbuatannya, Prasetijo dikenakan Pasal 5 ayat 2 Jo Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.