Sejak tahun lalu, puluhan ribu petani India mendirikan kamp-kamp darurat dan menentang undang-undang pertanian yang kontroversial. Gerakan unjuk rasa yang mengalami pertumbuhan drastis dalam beberapa pekan terakhir ini mendapat dukungan dari sejumlah aktivis lingkungan, partai oposisi, bahkan selebriti dunia.
Para petani menentang tiga undang-undang pertanian baru yang disahkan oleh pemerintah India pada September 2020. Pengesahan undang-undang tersebut berkat mayoritas Partai Bharatiya Janata (BJP), sayap kanan Perdana Menteri India Narendra Modi di majelis rendah parlemen.
"(Aksi protes) ini merupakan frustrasi yang lebih besar terhadap cara pemerintah menjalankan bisnis," kata kata Neelanjan Sircar, seorang profesor ilmu politik di Universitas Ashoka.
Sejak menjabat pada tahun 2014, pemerintah Modi telah menghadapi banyak kritik karena menekan perbedaan pendapat, membatasi perundingan terkait keputusan besar, dan menggunakan mayoritasnya untuk mendorong pengesahan undang-undang melalui parlemen.
Aksi demonstrasi meluas
Dipimpin oleh para petani dari negara bagian Punjab, gerakan demonstrasi yang telah berlangsung hampir 100 hari tersebut telah menyebar ke sejumlah wilayah di India.
Para petani tebu dari negara bagian Uttar Pradesh yang menderita akibat penundaan pembayaran panen, bergabung dengan kelompok petani padi dan gandum dari negara bagian lain untuk menentang undang-undang pertanian yang baru.
"Protes kami hanya akan semakin besar dalam beberapa minggu dan bulan mendatang, karena makin banyak petani yang bergabung dengan gerakan kami dari daerah lain," kata Joginder Singh Ugrahan, seorang pemimpin aksi dari Punjab.
Populasi muslim yang cukup besar di Uttar Pradesh Barat telah bersekutu dengan para pemimpin pertanian Hindu untuk bergabung dalam aksi protes yang sedang berlangsung. Masyarakat sipil India juga telah mendukung gerakan petani bersama akademisi dan mahasiswa.
Dukungan global
Pejabat senior pemerintah mengatakan mereka tidak mengharapkan aksi penolakan terhadap undang-undang pertanian semakin meluas. Undang-undang pertanian baru memungkinkan pengecer swasta untuk membeli barang-barang pertanian langsung dari petani dan menghindari pasar grosir yang dikendalikan pemerintah India.
Selama lebih dari 60 tahun, petani India telah menjual biji-bijian kepada pemerintah dengan harga yang dijamin oleh negara melalui pasar grosir dan mereka mengatakan undang-undang baru justru menyerahkan mereka pada belas kasihan pengecer swasta besar.
"Yang benar adalah bahwa undang-undang itu diperkenalkan untuk membantu pertanian India dengan membenahi rantai pasokan makanan yang sudah kuno dan pascapanen," kata seorang pejabat pemerintah, yang telah berbincang dengan para petani.
"Tapi mungkin ada masalah dengan mengkomunikasikan pesan itu kepada petani," tambahnya.
Belum lama ini gelombang dukungan global terhadap aksi protes petani telah memperumit masalah bagi pemerintah Modi. Bintang pop Rihanna, pejuang perubahan iklim Swedia Greta Thunberg dan aktivis AS Meena Harris, keponakan Wakil Presiden AS Kamala Harris, mendukung para petani melalui media sosial, meski menuai teguran dari pemerintah India.
Kelompok advokasi Asia Selatan di AS dan Inggris mengatakan mereka telah berupaya melobi pemerintah masing-masing untuk menekan India agar berhenti bersikap keras terhadap petani. "Kami mendorong lebih banyak tindakan dari pemerintah AS - khususnya Kongres - terutama dalam minggu-minggu mendatang," kata Satjeet Kaur, Direktur Eksekutif The Sikh Coalition di New York.
Federasi Sikh di Inggris mengatakan lebih dari 100 ribu orang telah menandatangani petisi yang mendesak anggota parlemen untuk membahas bagaimana pemerintah India "melecehkan" petani, kata Jas Singh, seorang penasihat kelompok yang berbasis di London itu.
ha/hp (Reuters)