Ahad 28 Feb 2021 14:18 WIB

PGRI Sarankan SKB 3 Menteri Dikaji Ulang

Kasus di SMKN 2 Padang mestinya tidak dibawa ke ranah nasional.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Andri Saubani
SMK Negeri 2 Padang yang sedang jadi sorotan karena pro kontra aturan siswi memakai jilbab.
Foto: Republika/Febrian Fachri
SMK Negeri 2 Padang yang sedang jadi sorotan karena pro kontra aturan siswi memakai jilbab.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri mengenai seragam dan atribut sekolah menuai polemik di berbagai daerah, terutama di provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Menurut Wasekjen PB PGRI, Dudung Abdul Qadir, kebijakan yang terkait agama memang sangat sensitif, sehingga perlu dikaji lebih mendalam sebelum diberlakukan.

Klausul 'pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan, memerintahkan, mensyaratkan, dan mengimbau penggunaan seragam dengan kekhasan tertentu' mendapatkan berbagai penolakan. Hal ini karena di beberapa daerah dan provinsi, penggunaan atribut keagamaan seperti jilbab diwajibkan kepada para siswa. SKB 3 Menteri ini juga menekankan akan adanya sanksi jika tidak mencabut kebijakan di daerah mengenai hal tersebut.

Baca Juga

Atas klausul yang menuai polemik di atas, PGRI pun menyarankan agar tiga kementerian yang mengeluarkan kebijakan tersebut untuk membahas hal ini dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas-ormas Islam. Apalagi MUI juga menyatakan keberatannya dengan regulasi ini.

"Kalau menurut kami (PGRI), kita harus duduk bareng bersama. Jangan atas dasar satu kasus tiba-tiba mencuat lebih besar," ujar Dudung kepada Republika.co.id, Jumat (26/2).

Dudung menjelaskan, bahwa dalam konsep manajemen berbasis sekolah, sekolah diberi keleluasaan untuk mengembangkan sekolahnya. Salah satunya dengan membuat ciri khas sekolah dengan menanamkan nilai-nilai keagamaan. Hal ini juga yang membuat banyak orang tua memilih untuk memasukkan anak-anak mereka ke sekolah dengan basis keagamaan yang kuat.

"Tetapi jangan memaksakan kepada orang yang bukan beragama Islam. Itu yang salah, saya juga setuju," kata Dudung.

Ia juga menilai, bahwa persoalan mengenai pengenaan jilbab pada siswi non-Muslim di Sumbar tidak perlu dibawa hingga ke ranah nasional.  Persoalan lokal tersebut harusnya bisa diselesaikan di sekolah, dengan pihak sekolah meminta maaf, sehingga tidak menjadi polemik skala nasional seperti yang saat ini terjadi akibat SKB 3 Menteri.

"Ayo mari kita bicara dengan hati yang tenang, saya yakin umat Islam itu toleran dan umat agama lain pun begitu. Selama ini kita sudah nyaman, adem, sudahlah, tidak usah melakukan hal-hal yang sekiranya akan membuka luka-luka saudara kita yang berbeda agama," tutur Dudung.

Sementara itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sepakat dengan SKB 3 Menteri mengenai seragam dan atribut sekolah ini. "SKB tersebut sejatinya menggunakan pendekatan yang mendewasakan buat anak. Karena mengenakan seragam berbasis agama tertentu berdasarkan motivasi intrinsik bukan ekstriksik," ujar Ketua KPAI, Susanto.

Mengenai penolakan SKB 3 Menteri yang terjadi di berbagai pemerintah daerah, menurut Susanto hal itu lumrah terjadi dalam pembentukan kebijakan. Untuk itu, ia menyarankan pihak-pihak yang kontra agar mengambil langkah prosedural.

"Silakan saja melakukan langkah prosedural melalui judicial review ke MA. Itu hak konstitusional sebagai warga negara," ujar Susanto.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement