Kamis 04 Mar 2021 19:41 WIB

Mitigasi Bencana di Sulbar Harus Diperkuat

Kebijakan mengurangi risiko bencana harus terintegrasi dari hulu ke hilir.

Seorang warga melintas di puing bangunan Masjid Agung Suhada yang roboh di Mamuju, Sulawesi Barat, Ahad (31/1/2021). Masjid agung suhada mamuju berlantai dua tersebut rusak parah dan tidak dapat digunakan kembali pascagempa bumi berkekuatan Magnitudo 6,2 yang terjadi pada Jumat (15/1) lalu di daerah tersebut.
Foto: Antara/Akbar Tado
Seorang warga melintas di puing bangunan Masjid Agung Suhada yang roboh di Mamuju, Sulawesi Barat, Ahad (31/1/2021). Masjid agung suhada mamuju berlantai dua tersebut rusak parah dan tidak dapat digunakan kembali pascagempa bumi berkekuatan Magnitudo 6,2 yang terjadi pada Jumat (15/1) lalu di daerah tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, MAMUJU -- Mitigasi bencana di Provinsi Sulawesi Barat mesti diperkuat untuk mencegah dampak lebih besar, sesuai dengan arahan penanganan bencana dari pemerintah pusat, kata Sekretaris Daerah Sulbar Muhammad Idris.

"Perlu dibuat aturan penanganan bencana dan diutamakan pelaksanaan penanganan bencana di lapangan, pengendalian, dan penegakan standar penanganan bencana di lapangan," kata Idris.

Ia mengatakan kebijakan mengurangi risiko bencana harus terintegrasi, dilakukan di hulu, tengah, dan hilir, serta tidak boleh ada ego sektoral atau ego daerah.

"Semuanya harus saling mengisi dan saling menutup dan manajemen tanggap darurat serta kemampuan melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi, kecepatan respons yang harus terus ditingkatkan, rencana kontigensi dan rencana operasi saat tanggap darurat harus dapat diimplementasikan dengan cepat," katanya.

Ia juga meminta edukasi dan literasi terkait dengan kebencanaan harus terus dilakukan mulai dari lingkup terkecil, yaitu keluarga dan menggelar simulasi bencana secara rutin di daerah yang rawan agar warga semakin siap menghadapi bencana.

Dia mengatakan Indonesia berada dalam 35 negara paling rawan bencana di mana dalam setahun terakhir 3.253 bencana terjadi di Indonesia dan kurang lebih sembilan bencana per hari.

Oleh karena itu, lanjutnya, pengalaman menghadapi bencana harus dijadikan kesempatan memperkokoh ketangguhan menghadapi bencana dan tanpa mengecilkan aspek lain dari manajemen penanggulangan bencana. Ia mengatakan kunci utama dalam mengurangi risiko bencana adalah aspek pencegahan dan mitigasi.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement