Ahad 07 Mar 2021 17:06 WIB

1.700 Orang Sudah Ditahan Sejak Kudeta di Myanmar

Angka ini belum termasuk penggerebekan skala besar di Myanmar Ahad (7/3) dini hari.

Rep: Lintar Satria/ Red: Dwi Murdaningsih
 Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan saat mereka berkumpul di jalan selama protes anti-kudeta di Mandalay, Myanmar, 05 Maret 2021. Protes anti-kudeta terus berlanjut pada 05 Maret meskipun tindakan keras terhadap demonstran semakin meningkat oleh pasukan keamanan. Lebih dari 50 orang tewas dalam tindakan keras oleh pasukan keamanan, sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021.
Foto: EPA-EFE/KAUNG ZAW HEIN
Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan saat mereka berkumpul di jalan selama protes anti-kudeta di Mandalay, Myanmar, 05 Maret 2021. Protes anti-kudeta terus berlanjut pada 05 Maret meskipun tindakan keras terhadap demonstran semakin meningkat oleh pasukan keamanan. Lebih dari 50 orang tewas dalam tindakan keras oleh pasukan keamanan, sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Organisasi advokasi tahanan politik Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) melaporkan sejak kudeta 1 Februari lalu junta militer Myanmar sudah menahan lebih dari 1.700 orang. Angka ini belum termasuk penggerebekan skala besar Ahad (7/3) dini hari.

"Para tahanan dipukul dan ditendang dengan sepatu bot militer, dipukuli dengan tongkat polisi dan diseret masuk ke mobil polisi, pasukan keamanan masuk ke pemukiman warga dan mencoba untuk menangkap pengunjuk rasa dan melepaskan tembakan ke rumah," kata AAPP dalam pernyataannya Sabtu (6/3) kemarin.

Baca Juga

Pihak berwenang Myanmar mengatakan mereka akan menggali kembali makam Kyal Sin untuk diperiksa ulang. Perempuan berusia 19 tahun itu menjadi ikon unjuk rasa Myanmar usai tewas tertembak di kepala pada Rabu (3/3) lalu di Mandalay saat memakai kaus bertuliskan 'Semuanya akan baik-baik saja'.

Stasiun televisi milik pemerintah MRTV melaporkan penyelidikan medis menunjukkan Kyal Sin tidak mungkin tewas ditembak polisi. Sebab, peluru yang tertanam di kepalanya menunjukkan perempuan itu ditembak dari belakang sementara polisi berada di depan pengunjuk rasa.

Foto yang diambil saat Kyal Sin ditembak memperlihatkan ia sempat berpaling dari pasukan keamanan sebelum tewas tertembak. Oposisi kudeta menuduh pihak berwenang berusaha menutup-nutupi aktivis muda itu tewas di tangan polisi.  

Kematiannya memicu amarah negara-negara Barat dan dikecam sebagian besar negara demokrasi di Asia. Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat lainnya sudah memberlakukan sanksi terhadap Junta. Sementara China mengatakan mereka memprioritaskan stabilitas dan memperingatkan negara lain untuk tidak mengintervensi urusan dalam negeri Myanmar.

Pengunjuk rasa menuntut militer untuk membebaskan pemimpin pemerintah sipil Aung San Suu Kyi dan menghormati hasil pemilihan bulan November yang dimenangkan partai peraih Hadiah Nobel tersebut. Tapi militer Myanmar menolak tuntutan tersebut.

Pelobi asal Israel-Kanada yang dipekerjakan pemerintah Myanmar Ari Ben-Menashe mengatakan jenderal-jenderal Myanmar berniat meninggalkan politik dan memperbaiki hubungan dengan AS. Lalu menjauhkan diri dari China. Ia menuduh Suu Kyi terlalu dekat dengan China.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement