Kamis 11 Mar 2021 09:05 WIB

AS Jatuhkan Sanksi ke Anak Pemimpin Militer Myanmar

Sanksi diberikan AS ke dua anak Min Aung Hlaing dan enam perusahaannya.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Indira Rezkisari
 Panglima Tertinggi Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing. AS jatuhkan sanksi kepada dua anak dewas Min Aung.
Foto: Myawaddy TV via AP
Panglima Tertinggi Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing. AS jatuhkan sanksi kepada dua anak dewas Min Aung.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada dua anak pemimpin militer Myanmar Min Aung Hlaing, Rabu (10/3) waktu setempat. Sanksi merupakan tekanan AS yang semakin kuat menyusul tindakan keras brutal militer terhadap para pengunjuk rasa damai penentang kudeta bulan lalu.

Dalam sebuah pernyataan para Rabu, Departemen Keuangan AS mengatakan telah memberikan sanksi kepada dua anak dewasa Min Aung Hlaing. Mereka adalah Aung Pyae Sone dan Khin Thiri Thet Mon, dan enam perusahaan yang mereka kendalikan.

Baca Juga

Sanksi itu sebagai tanggapan atas kudeta dan tindakan keras yang intensif terhadap pengunjuk rasa damai yang menentang pengambilalihan yang menggulingkan pejabat terpilih. Penahanan militer juga dilakukan termasuk terhadap pemimpin Aung San Suu Kyi yang memenangkan pemilihan nasional pada November.

"Para pemimpin kudeta, dan anggota keluarga dewasa mereka, seharusnya tidak dapat terus mendapatkan keuntungan dari rezim karena menggunakan kekerasan dan memperketat cengkeramannya pada demokrasi," ujar Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah pernyataan dikutip laman Aljazirah, Kamis (11/3).

"Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan lebih lanjut terhadap mereka yang memicu kekerasan dan menekan keinginan masyarakat. Sanksi ini ditujukan kepada mereka yang bertanggung jawab atas kudeta, untuk mendukung rakyat Burma," ujarnya menambahkan.

Sanksi baru tersebut datang di tengah meningkatnya seruan untuk pertanggungjawaban di tengah tindakan keras mematikan oleh pasukan keamanan Myanmar terhadap pengunjuk rasa yang turun ke jalan untuk mengecam kudeta militer. Pekan ini, aparat polisi Myanmar yang melarikan diri ke India menceritakan bagaimana mereka diperintahkan untuk menembaki para demonstran.

Seorang kopral tombak polisi berusia 27 tahun, Tha Peng mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa ia diperintahkan untuk menembak para pengunjuk rasa untuk membubarkan mereka di kota Khampat pada 27 Februari. "Atasan saya menyuruh untuk menembak sampai mereka mati," kata Tha Peng.

Militer Myanmar mengatakan mereka bertindak dengan menahan diri dalam menangani apa yang disebutnya sebagai demonstrasi oleh pengunjuk rasa yang rusuh. Militer justru menuduh pendemo menyerang polisi dan merusak keamanan dan stabilitas nasional.

Tanggapan militer terhadap protes yang terjadi setiap hari telah menjadi semakin keras dengan setidaknya 60 orang diperkirakan telah tewas dalam penumpasan tersebut dan hampir 2.000 orang ditangkap. Sebelumnya pada Rabu, aparat keamanan Myanmar menyerbu sebuah kompleks perumahan yang menyerang pekerja kereta api dan mengepung ratusan pengunjuk rasa anti-kudeta di dua lokasi di kota utama Yangon.

Reuters melaporkan bahwa lebih dari 100 orang ditangkap di kedua lokasi tersebut. "Beberapa dari pengunjuk rasa dipukuli dengan parah," kata seorang petugas penyelamat setempat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement