Kamis 11 Mar 2021 14:11 WIB

Polisi Myanmar Mengaku Diperintahkan Bunuh Pengunjuk Rasa

Polisi Myanmar diperintahkan untuk menembak pengunjuk rasa hingga mati

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Para pengunjuk rasa di jalan utama Mandalay, Myanmar, Minggu, 7 Maret 2021. Aksi kekerasan di Myanmar meningkat ketika pihak berwenang menindak protes terhadap kudeta 1 Februari lalu.
Foto: AP
Para pengunjuk rasa di jalan utama Mandalay, Myanmar, Minggu, 7 Maret 2021. Aksi kekerasan di Myanmar meningkat ketika pihak berwenang menindak protes terhadap kudeta 1 Februari lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Mantan polisi Myanmar yang membelot dari pemerintah militer mengaku 27 Februari lalu diperintahkan membubarkan pengunjuk rasa dengan senjata mesin. Tha Peng yang terakhir berpangkat kopral tersebut menolak perintah tersebut.

"Keesokan harinya, seorang perwira kembali meminta saya untuk menembak," kata pria berusia 27 tahun itu seperti dikutip Aljazirah, Kamis (11/3).

Baca Juga

Tha Peng mengaku ia kembali menolak perintah tersebut dan memilih mengundurkan diri dari kesatuan. Ia mengatakan pada 1 Maret ia meninggalkan rumah dan keluarganya di Khampat dan berjalan selama tiga hari untuk menghindari penangkapan sebelum berhasil menyeberang ke Negara Bagian Mizoram, India.

"Saya tidak punya pilihan lain," kata Tha Peng pada kantor berita Reuters Selasa (9/3) lalu.

Tha Peng hanya memberikan sebagian namanya untuk menutupi identitasnya. Reuters melihat kartu identitas dan tanda pengenal polisinya. Tha Peng mengatakan pada 27 Februari lalu, ia dan enam rekannya tidak mengikuti perintah atasan yang tidak mereka sebutkan namanya.

Reuters tidak dapat memverifikasi kisahnya secara independen. Tapi pernyataan Tha Peng serupa dengan kisah seorang mantan polisi Myanmar lainnya yang membelot ke India. Polisi Mizoram mencatat kisah tersebut dalam sebuah dokumen yang memerinci dengan detail empat orang polisi Myanmar yang menyeberang ke negara bagian itu.

"Saat Gerakan Pembangkangan Sipil mendapatkan momentum dan pengunjuk rasa anti-kudeta menggelar unjuk rasa di berbagai tempat, kami diperintahkan untuk menembak pengunjuk rasa," kata para mantan polisi Myanmar itu dalam pernyataan gabungan yang disampaikan pada polisi Mizoram.

"Dalam skenario seperti itu, kami tidak memiliki nyali untuk menembak rakyat kami sendiri yang berunjuk rasa dengan damai," tambah para mantan polisi Myanmar itu.  

Militer Myanmar yang menahan sejumlah pejabat pemerintahan terpilih dalam kudeta 1 Februari lalu tidak menjawab permintaan komentar. Militer mengatakan mereka menahan diri dalam menghadapi apa yang mereka sebut 'pengunjuk rasa perusuh' yang menyerang polisi dan merusak stabilitas dan keamanan nasional.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement