Jumat 12 Mar 2021 19:58 WIB

Locus Delicti Kasus Denny Siregar yang Berubah-ubah

Alasan locus delicti, Polda Jabar melimpahkan kasus Denny Siregar ke Mabes Polri.

Polisi memeriksa dua orang santri terkait kasus dugaan tindak pidana ujaran kebencian yang dilakukan Denny Siregar, di Polresta Tasikmalaya, Selasa (14/7). Kasus ini kini dilimpahkan ke Mabes Polri dengan alasan locus delicti bukan di wilayah hukum Polda Jabar. (ilustrasi)
Foto: Republika/Bayu Adji P.
Polisi memeriksa dua orang santri terkait kasus dugaan tindak pidana ujaran kebencian yang dilakukan Denny Siregar, di Polresta Tasikmalaya, Selasa (14/7). Kasus ini kini dilimpahkan ke Mabes Polri dengan alasan locus delicti bukan di wilayah hukum Polda Jabar. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P, Djoko Suceno

Delapan bulan lebih sudah kasus dugaan pencemaran nama baik santri dan pesantren di Tasikmalaya dengan terlapor Denny Siregar berproses di kepolisian. Namun, hingga kini, polisi belum menetapkan tersangka.

Baca Juga

Kasus bermula dari tulisan singkat Denny Siregar melalui akun Facebook miliknya. Tulisannya diberi "ADEK2KU CALON TERORIS YG ABANG SAYANG" dengan mengunggah foto santri yang memakai atribut tauhid. Belakangan diketahui, foto itu menampilkan santri Pesantren Tafidz Quran Daarul Ilmi yang sedang membaca Alquran saat aksi 313 di Jakarta pada 2017 silam.

Unggahan Denny di Facebook itu kemudian dilaporkan langsung oleh pimpinan pesatren, ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani ke Polresta Tasikmalaya pada 2 Juli 2020. Ustaz Ruslan juga sempat membawa santrinya yang ada dalam foto yang diunggah Denny Siregar ke polisi untuk memberikan keterangan.

Pada 7 Agustus 2020, kasus itu dilimpahkan ke Polda Jabar. Saat itu, Polresta Tasimalaya beralasan, locus delicti atau tempat kejadian kasus berada di Bogor, yang notabene berada di luar wilayah hukum Polresta Tasikmalaya.

Saat kasus ditangani oleh Polda Jabar, ada kemajuan yakni adanya permintaan keterangan terhadap terlapor, Denny Siregar. Namun belakangan, kasus itu kembali dilimpahkan, kali ini ke Mabes Polri dengan alasan locus delicti berada di Jakarta.

"Kasusnya sudah dilimahkan ke Bareskrim karena locus-nya diluar wilayah hukum Polda Jabar,’’ kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, Kombes Polisi Yaved Duma Parembang kepada Republika, Senin (8/3).

Sebagai pelapor, ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani mengaku tak mendapat laporan resmi terkait pelimpahan itu. Kabar tersebut justru diketahui dari media massa.

"Sudah lama juga gak ada SP2HP (surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan). Sekarang sudah tidak ada info ke kita, ujug-ujug dilimpahkan ke Mabes Polri," kata dia saat dihubungi Republika, Jumat (12/3).

 

photo
Ustaz Ahmad Ruslam Abdul Gani, Pimpinan Pondok Pesantren Taffidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya usai menjalani pemeriksaan di Polda Jabar. - (dok. Pribadi Ustaz Ahmad Ruslan.)

 

Menurut dia, pelapor berhak mengetahui perkembangan kasus yang dilaporkan. Sementara, Polda Jabar tak memberikan pemberitahuan resmi terkait pelimpahan kasus Denny Siregar ke Mabes Polri. Bahkan kepada pengacara pelapor.

"Harusnya kan pengacara dan kita yang melaporkan tahu. Pengacara kita juga nanya," kata dia.

Kendati demikian, Ruslan berharap, dengan pelimpahan ke Mabes Polri, kasus dugaan penghinaan dan pencemaran nama baik yang dilakukan Denny Siregar dapat segera ditangani dengan serius. Sebab, kasus tersebut sudah berproses sejak medio 2021, tapi belum ada kejelasan hingga saat ini.

Besar harapan ustaz Ruslan dengan dilimpahkannya kasus Denny Siregar ke Mabes Polri. Apalagi, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo yang baru menjabat memiliki atensi terhadap penanganan kasus ITE.

"Mudah-mudahan dengan kapolri baru, kita yang korban juga pelapor, (kasus) ditanggapi dengan serius," kata Ruslan.

Sebelumnya, Kapolri memang telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang kesadaran budaya beretika untuk mewujudkan ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, dan produktif. Surat Edaran itu bernomor: SE/2/11/2021 ditandatangani langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit pada Jumat, 19 Februari 2021.

Dalam SE itu terdapat salah satu poin, yaitu dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat dengan tegas membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil. Maka sejak penerimaan laporan, agar penyidik berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan) serta memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi.

"Dibuktikan saja oleh anggotanya. Itu harapannya. Kita kan korban dan melaporkan langsung. Mudah-mudahan dengan dilimpahkan ke Mabes Polri, prosesnya lebih baik lagi," kata Ruslan.

Kuasa hukum Denny, Muannas Alaidid pernah membantah adanya anggapan adanya keistimewaan hukum untuk kliennya. Buktinya, dia menambahkan, Denny Siregar tetap dipanggil oleh aparat kepolisian untuk memberikan keterangan.

"Enggak ada yang istimewa. Jelas diproses, ada pemeriksaan. Yang istimewa siapa?" tanya dia.

Justru, Muannas menilai, materi perkara dalam kasus yang menimpa Denny sejak awal tidak cukup alat bukti. Sebab, menurut dia, tulisan yang dibuat oleh kliennya itu merupakan bentuk keprihatinan terhadap anak yang digunakan untuk kepentingan demonstrasi

Semestinya, orang yang mengerahkan anak-anak untuk ikut demonstrasi harus dihukum. "Kan itu demo anak-anak, enggak boleh menurut Undang-Undang Perlindungan Anak. Itu ancaman pidananya 15 tahun. Yang mengerahkan anak-anak itu harus diproses dulu," kata dia.

 

photo
Kasus-kasus terkait UU ITE yang menarik perhatian publik - (Republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement